Sabtu, 02 Oktober 2010
Rabu, 28 Juli 2010
Senin, 03 Mei 2010
Pencemaran tanah Oleh minyak
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kita semua tahu Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan sumber daya alamnya. Salah satu kekayaan tersebut, Indonesia memiliki tanah yang sangat subur karena berada di kawasan yang umurnya masih muda, sehingga di dalamnya banyak terdapat gunung-gunung berapi yang mampu mengembalikan permukaan muda kembali yang kaya akan unsur hara.
Namun seiring berjalannya waktu, kesuburan yang dimiliki oleh tanah Indonesia banyak yang digunakan sesuai aturan yang berlaku tanpa memperhatikan dampak jangka panjang yang dihasilkan dari pengolahan tanah tersebut.
Salah satu diantaranya, penyelenggaraan pembangunan di Tanah Air tidak bisa disangkal lagi telah menimbulkan berbagai dampak positif bagi masyarakat luas, seperti pembangunan industri dan pertambangan telah menciptakan lapangan kerja baru bagi penduduk di sekitarnya. Namun keberhasilan itu seringkali diikuti oleh dampak negatif yang merugikan masyarakat dan lingkungan.
Pembangunan kawasan industri di daerah-daerah pertanian dan sekitarnya menyebabkan berkurangnya luas areal pertanian, pencemaran tanah dan badan air yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas hasil/produk pertanian, terganggunya kenyamanan dan kesehatan manusia atau makhluk hidup lain. Sedangkan kegiatan pertambangan menyebabkan kerusakan tanah, erosi dan sedimentasi, serta kekeringan. Kerusakan akibat kegiatan pertambangan adalah berubah atau hilangnya bentuk permukaan bumi (landscape), terutama pertambangan yang dilakukan secara terbuka (opened mining) meninggalkan lubang-lubang besar di permukaan bumi. Untuk memperoleh bijih tambang, permukaan tanah dikupas dan digali dengan menggunakan alat-alat berat. Para pengelola pertambangan meninggalkan areal bekas tambang begitu saja tanpa melakukan upaya rehabilitasi atau reklamasi.
Dampak negatif yang menimpa lahan pertanian dan lingkungannya perlu mendapatkan perhatian yang serius, karena limbah industri yang mencemari lahan pertanian tersebut mengandung sejumlah unsur-unsur kimia berbahaya yang bisa mencemari badan air dan merusak tanah dan tanaman serta berakibat lebih jauh terhadap kesehatan makhluk hidup.
Berdasarkan fakta tersebut, sangat diperlukan pengkajian khusus yang membahas mengenai pencemaran tanah beserta dampaknya terhadap lingkungan di sekitarnya.
B. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dan tujuan pembuatan makalah ini antara lain, yaitu:
1. sebagai bahan kajian para mahasiswa mengenai dampak pencemaran terhadap lingkungan
2. sebagai cara untuk mencari berbagai cara untuk menanggulangi dampak pencemaran yang sedang dikaji
3. sebagai metode pengumpulan data tentang pencemaran lingkungan
C. RUANG LINGKUP
Makalah ini membahas mengenai pencemaran tanah, mulai dari gambaran, dampak, dan cara menanggulangi pencemaran tanah tersebut.
BAB II
METODE PENULISAN
A. OBJEK PENULISAN
Objek penulisan mencakup gambaran/ penjelasan, dampak yang ditimbulkan, dan cara penanggulangan pencemaran tanah.
B. DASAR PEMILIHAN OBJEK
Objek yang penulis pilih adalah mengenai pencemaran tanah, karena tanah merupakan salah satu komponen kehidupan yang sangat penting. Semua manusia pasti sangat tergantung akan keberadaan tanah tersebut. Namun, banyak orang yang belum mengetahui bagaimana cara pengolahan tanah yang tepat tanpa banyak menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan.
C. METODE PENGUMPULAN DATA
Dalam penulisan makalah ini, penulis secara umum mendapatkan bahan tulisan dari berbagai referensi, baik dari tinjauan kepustakaan berupa buku – buku atau dari sumber media internet yang terkait dengan pencemaran lingkungan.
D. METODE ANALISIS
Penyusunan makalah ini berdasarkan metode deskriptif analisis, yaitu dengan mengidentifikasi permasalahan berdasarkan fakta dan data yang ada, menganalisis permasalahan berdasarkan pustaka dan data pendukung lainnya, serta mencari alternatif pemecahan masalah.
BAB III
ANALISIS PERMASALAHAN
A. PEMBAHASAN
aGambaran dari Pencemaran Tanah
Pencemaran tanah adalah keadaan di mana bahan kimia buatan manusia masuk dan merubah lingkungan tanah alami. Pencemaran ini biasanya terjadi karena: kebocoran limbah cair atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial; penggunaan pestisida; masuknya air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan sub-permukaan; kecelakaan kendaraan pengangkut minyak, zat kimia, atau limbah; air limbah dari tempat penimbunan sampah serta limbah industri yang langsung dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat (illegal dumping).
Ketika suatu zat berbahaya/beracun telah mencemari permukaan tanah, maka ia dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah. Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya.
1. Dampak yang Ditimbulkan Akibat Pencemaran Tanah
Berbagai dampak ditimbulkan akibat pencemaran tanah, diantaranya:
1. Pada kesehatan
Dampak pencemaran tanah terhadap kesehatan tergantung pada tipe polutan, jalur masuk ke dalam tubuh dan kerentanan populasi yang terkena. Kromium, berbagai macam pestisida dan herbisida merupakan bahan karsinogenik untuk semua populasi. Timbal sangat berbahaya pada anak-anak, karena dapat menyebabkan kerusakan otak, serta kerusakan ginjal pada seluruh populasi.
Paparan kronis (terus-menerus) terhadap benzena pada konsentrasi tertentu dapat meningkatkan kemungkinan terkena leukemia. Merkuri (air raksa) dan siklodiena dikenal dapat menyebabkan kerusakan ginjal, beberapa bahkan tidak dapat diobati. PCB dan siklodiena terkait pada keracunan hati. Organofosfat dan karmabat dapat menyebabkan gangguan pada saraf otot. Berbagai pelarut yang mengandung klorin merangsang perubahan pada hati dan ginjal serta penurunan sistem saraf pusat. Terdapat beberapa macam dampak kesehatan yang tampak seperti sakit kepala, pusing, letih, iritasi mata dan ruam kulit untuk paparan bahan kimia yang disebut di atas. Yang jelas, pada dosis yang besar, pencemaran tanah dapat menyebabkan Kematian.
Pada Ekosistem
Pencemaran tanah juga dapat memberikan dampak terhadap ekosistem. Perubahan kimiawi tanah yang radikal dapat timbul dari adanya bahan kimia beracun/berbahaya bahkan pada dosis yang rendah sekalipun. Perubahan ini dapat menyebabkan perubahan metabolisme dari mikroorganisme endemik dan antropoda yang hidup di lingkungan tanah tersebut. Akibatnya bahkan dapat memusnahkan beberapa spesies primer dari rantai makanan, yang dapat memberi akibat yang besar terhadap predator atau tingkatan lain dari rantai makanan tersebut. Bahkan jika efek kimia pada bentuk kehidupan terbawah tersebut rendah, bagian bawah piramida makanan dapat menelan bahan kimia asing yang lama-kelamaan akan terkonsentrasi pada makhluk-makhluk penghuni piramida atas. Banyak dari efek-efek ini terlihat pada saat ini, seperti konsentrasi DDT pada burung menyebabkan rapuhnya cangkang telur, meningkatnya tingkat Kematian anakan dan kemungkinan hilangnya spesies tersebut.
Dampak pada pertanian terutama perubahan metabolisme tanaman yang pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan hasil pertanian. Hal ini dapat menyebabkan dampak lanjutan pada konservasi tanaman di mana tanaman tidak mampu menahan lapisan tanah dari erosi. Beberapa bahan pencemar ini memiliki waktu paruh yang panjang dan pada kasus lain bahan-bahan kimia derivatif akan terbentuk dari bahan pencemar tanah utama.
1. Penanganan yang Harus Dilakukan
Ada beberapa langkah penangan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran tanah. Diantaranya:
1. Remidiasi
Remediasi adalah kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Ada dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri dari pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi.
Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya yaitu, tanah tersebut disimpan di bak/tanki yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal dan rumit.
2. Bioremediasi
Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).
B. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pencemaran tanah adalah keadaan di mana bahan kimia buatan manusia masuk dan merubah lingkungan tanah alami. Pencemaran ini biasanya terjadi karena: kebocoran limbah cair atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial; penggunaan pestisida; masuknya air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan sub-permukaan; kecelakaan kendaraan pengangkut minyak, zat kimia, atau limbah; air limbah dari tempat penimbunan sampah serta limbah industri yang langsung dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat (illegal dumping).
Ada beberapa cara untuk mengurangi dampak dari pencemaran tanah, diantaranya dengan remediasi dan bioremidiasi. Remediasi yaitu dengan cara membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Sedangkan Bioremediasi dengan cara proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri).
B. SARAN
Untuk lebih memahami semua tentang pencemaran tanah, disarankan para pembaca mencari referensi lain yang berkaitan dengan materi pada makalah ini. Selain itu, diharapkan para pembaca setelah membaca makalah ini mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari – hari dalam menjaga kelestarian tanah beserta penyusun yang ada di dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
Soekarto. S. T. 1985. Penelitian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bhatara Karya Aksara, Jakarta. 121 hal.
Wikipedia. 2007. Pencemaran Tanah (On-line). http://id.wikipedia.org/wiki/pencemaran_tanah. diakses 26 Desember 2007.
Bachri, Moch. 1995. Geologi Lingkungan. CV. Aksara, Malang. 112 hal.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kita semua tahu Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan sumber daya alamnya. Salah satu kekayaan tersebut, Indonesia memiliki tanah yang sangat subur karena berada di kawasan yang umurnya masih muda, sehingga di dalamnya banyak terdapat gunung-gunung berapi yang mampu mengembalikan permukaan muda kembali yang kaya akan unsur hara.
Namun seiring berjalannya waktu, kesuburan yang dimiliki oleh tanah Indonesia banyak yang digunakan sesuai aturan yang berlaku tanpa memperhatikan dampak jangka panjang yang dihasilkan dari pengolahan tanah tersebut.
Salah satu diantaranya, penyelenggaraan pembangunan di Tanah Air tidak bisa disangkal lagi telah menimbulkan berbagai dampak positif bagi masyarakat luas, seperti pembangunan industri dan pertambangan telah menciptakan lapangan kerja baru bagi penduduk di sekitarnya. Namun keberhasilan itu seringkali diikuti oleh dampak negatif yang merugikan masyarakat dan lingkungan.
Pembangunan kawasan industri di daerah-daerah pertanian dan sekitarnya menyebabkan berkurangnya luas areal pertanian, pencemaran tanah dan badan air yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas hasil/produk pertanian, terganggunya kenyamanan dan kesehatan manusia atau makhluk hidup lain. Sedangkan kegiatan pertambangan menyebabkan kerusakan tanah, erosi dan sedimentasi, serta kekeringan. Kerusakan akibat kegiatan pertambangan adalah berubah atau hilangnya bentuk permukaan bumi (landscape), terutama pertambangan yang dilakukan secara terbuka (opened mining) meninggalkan lubang-lubang besar di permukaan bumi. Untuk memperoleh bijih tambang, permukaan tanah dikupas dan digali dengan menggunakan alat-alat berat. Para pengelola pertambangan meninggalkan areal bekas tambang begitu saja tanpa melakukan upaya rehabilitasi atau reklamasi.
Dampak negatif yang menimpa lahan pertanian dan lingkungannya perlu mendapatkan perhatian yang serius, karena limbah industri yang mencemari lahan pertanian tersebut mengandung sejumlah unsur-unsur kimia berbahaya yang bisa mencemari badan air dan merusak tanah dan tanaman serta berakibat lebih jauh terhadap kesehatan makhluk hidup.
Berdasarkan fakta tersebut, sangat diperlukan pengkajian khusus yang membahas mengenai pencemaran tanah beserta dampaknya terhadap lingkungan di sekitarnya.
B. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dan tujuan pembuatan makalah ini antara lain, yaitu:
1. sebagai bahan kajian para mahasiswa mengenai dampak pencemaran terhadap lingkungan
2. sebagai cara untuk mencari berbagai cara untuk menanggulangi dampak pencemaran yang sedang dikaji
3. sebagai metode pengumpulan data tentang pencemaran lingkungan
C. RUANG LINGKUP
Makalah ini membahas mengenai pencemaran tanah, mulai dari gambaran, dampak, dan cara menanggulangi pencemaran tanah tersebut.
BAB II
METODE PENULISAN
A. OBJEK PENULISAN
Objek penulisan mencakup gambaran/ penjelasan, dampak yang ditimbulkan, dan cara penanggulangan pencemaran tanah.
B. DASAR PEMILIHAN OBJEK
Objek yang penulis pilih adalah mengenai pencemaran tanah, karena tanah merupakan salah satu komponen kehidupan yang sangat penting. Semua manusia pasti sangat tergantung akan keberadaan tanah tersebut. Namun, banyak orang yang belum mengetahui bagaimana cara pengolahan tanah yang tepat tanpa banyak menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan.
C. METODE PENGUMPULAN DATA
Dalam penulisan makalah ini, penulis secara umum mendapatkan bahan tulisan dari berbagai referensi, baik dari tinjauan kepustakaan berupa buku – buku atau dari sumber media internet yang terkait dengan pencemaran lingkungan.
D. METODE ANALISIS
Penyusunan makalah ini berdasarkan metode deskriptif analisis, yaitu dengan mengidentifikasi permasalahan berdasarkan fakta dan data yang ada, menganalisis permasalahan berdasarkan pustaka dan data pendukung lainnya, serta mencari alternatif pemecahan masalah.
BAB III
ANALISIS PERMASALAHAN
A. PEMBAHASAN
aGambaran dari Pencemaran Tanah
Pencemaran tanah adalah keadaan di mana bahan kimia buatan manusia masuk dan merubah lingkungan tanah alami. Pencemaran ini biasanya terjadi karena: kebocoran limbah cair atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial; penggunaan pestisida; masuknya air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan sub-permukaan; kecelakaan kendaraan pengangkut minyak, zat kimia, atau limbah; air limbah dari tempat penimbunan sampah serta limbah industri yang langsung dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat (illegal dumping).
Ketika suatu zat berbahaya/beracun telah mencemari permukaan tanah, maka ia dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah. Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya.
1. Dampak yang Ditimbulkan Akibat Pencemaran Tanah
Berbagai dampak ditimbulkan akibat pencemaran tanah, diantaranya:
1. Pada kesehatan
Dampak pencemaran tanah terhadap kesehatan tergantung pada tipe polutan, jalur masuk ke dalam tubuh dan kerentanan populasi yang terkena. Kromium, berbagai macam pestisida dan herbisida merupakan bahan karsinogenik untuk semua populasi. Timbal sangat berbahaya pada anak-anak, karena dapat menyebabkan kerusakan otak, serta kerusakan ginjal pada seluruh populasi.
Paparan kronis (terus-menerus) terhadap benzena pada konsentrasi tertentu dapat meningkatkan kemungkinan terkena leukemia. Merkuri (air raksa) dan siklodiena dikenal dapat menyebabkan kerusakan ginjal, beberapa bahkan tidak dapat diobati. PCB dan siklodiena terkait pada keracunan hati. Organofosfat dan karmabat dapat menyebabkan gangguan pada saraf otot. Berbagai pelarut yang mengandung klorin merangsang perubahan pada hati dan ginjal serta penurunan sistem saraf pusat. Terdapat beberapa macam dampak kesehatan yang tampak seperti sakit kepala, pusing, letih, iritasi mata dan ruam kulit untuk paparan bahan kimia yang disebut di atas. Yang jelas, pada dosis yang besar, pencemaran tanah dapat menyebabkan Kematian.
Pada Ekosistem
Pencemaran tanah juga dapat memberikan dampak terhadap ekosistem. Perubahan kimiawi tanah yang radikal dapat timbul dari adanya bahan kimia beracun/berbahaya bahkan pada dosis yang rendah sekalipun. Perubahan ini dapat menyebabkan perubahan metabolisme dari mikroorganisme endemik dan antropoda yang hidup di lingkungan tanah tersebut. Akibatnya bahkan dapat memusnahkan beberapa spesies primer dari rantai makanan, yang dapat memberi akibat yang besar terhadap predator atau tingkatan lain dari rantai makanan tersebut. Bahkan jika efek kimia pada bentuk kehidupan terbawah tersebut rendah, bagian bawah piramida makanan dapat menelan bahan kimia asing yang lama-kelamaan akan terkonsentrasi pada makhluk-makhluk penghuni piramida atas. Banyak dari efek-efek ini terlihat pada saat ini, seperti konsentrasi DDT pada burung menyebabkan rapuhnya cangkang telur, meningkatnya tingkat Kematian anakan dan kemungkinan hilangnya spesies tersebut.
Dampak pada pertanian terutama perubahan metabolisme tanaman yang pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan hasil pertanian. Hal ini dapat menyebabkan dampak lanjutan pada konservasi tanaman di mana tanaman tidak mampu menahan lapisan tanah dari erosi. Beberapa bahan pencemar ini memiliki waktu paruh yang panjang dan pada kasus lain bahan-bahan kimia derivatif akan terbentuk dari bahan pencemar tanah utama.
1. Penanganan yang Harus Dilakukan
Ada beberapa langkah penangan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran tanah. Diantaranya:
1. Remidiasi
Remediasi adalah kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Ada dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri dari pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi.
Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya yaitu, tanah tersebut disimpan di bak/tanki yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal dan rumit.
2. Bioremediasi
Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).
B. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pencemaran tanah adalah keadaan di mana bahan kimia buatan manusia masuk dan merubah lingkungan tanah alami. Pencemaran ini biasanya terjadi karena: kebocoran limbah cair atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial; penggunaan pestisida; masuknya air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan sub-permukaan; kecelakaan kendaraan pengangkut minyak, zat kimia, atau limbah; air limbah dari tempat penimbunan sampah serta limbah industri yang langsung dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat (illegal dumping).
Ada beberapa cara untuk mengurangi dampak dari pencemaran tanah, diantaranya dengan remediasi dan bioremidiasi. Remediasi yaitu dengan cara membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Sedangkan Bioremediasi dengan cara proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri).
B. SARAN
Untuk lebih memahami semua tentang pencemaran tanah, disarankan para pembaca mencari referensi lain yang berkaitan dengan materi pada makalah ini. Selain itu, diharapkan para pembaca setelah membaca makalah ini mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari – hari dalam menjaga kelestarian tanah beserta penyusun yang ada di dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
Soekarto. S. T. 1985. Penelitian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bhatara Karya Aksara, Jakarta. 121 hal.
Wikipedia. 2007. Pencemaran Tanah (On-line). http://id.wikipedia.org/wiki/pencemaran_tanah. diakses 26 Desember 2007.
Bachri, Moch. 1995. Geologi Lingkungan. CV. Aksara, Malang. 112 hal.
PENCEMARAN TANAH AKIBAT PENGGUNAAN PESTISIDA PADA KEGIATAN PERTANIAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lngkungan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfingsi lagi sesuai dengan peruntukannya (UU Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982). Pencemaran dapat timbul sebagai akibat kegiatan manusia ataupun disebabkan oleh alam (misal gunung meletus, gas beracun). Ilmu lingkungan biasanya membahas pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas manusia, yang dapat dicegah dan dikendalikan. Karena kegiatan manusia, pencermaran lingkungan pasti terjadi. Pencemaran lingkungan tersebut tidak dapat dihindari. Yang dapat dilakukan adalah mengurangi pencemaran, mengendalikan pencemaran, dan meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya agar tidak mencemari lingkngan.
B. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dan tujuan penyusunan makalah ini, antara lain yaitu :
• Sebagai bahan kajian para mahasiswa mengenai dampak terhadap pencemaran lingkungan terutama pencemaran tanah yang diakibatkan oleh kegiatan pertanian.
• Sebagai cara untuk mencari berbagai cara untuk menanggulangi dampak pencemaran yang sedang dikaji.
• Sebagai metode pengumpulan data tentang pencemaran lingkungan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pestisida dan Pencemaran Tanah
Kita semua tahu Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan sumber daya alamnya. Salah satu kekayaan tersebut, Indonesia memiliki tanah yang sangat subur karena berada di kawasan yang umurnya masih muda, sehingga di dalamnya banyak terdapat gunung-gunung berapi yang mampu mengembalikan permukaan muda kembali yang kaya akan unsur hara.
Tanah merupakan tempat kehidupan mikroorganisme yang secara makro menguntungkan bagi mahkluk hidup lainnya, termasuk manusia. Mikroorganisme yang menghuni tanah dapat dikelompokkan menjadi bakteri, fungi, aktinomisetes, alga, dan protozoa. Jumlah dan jenis mikroorganisme tanah dipengaruhi oleh perubahan lingkungan.
Namun seiring berjalannya waktu, kesuburan yang dimiliki oleh tanah Indonesia banyak yang digunakan sesuai aturan yang berlaku tanpa memperhatikan dampak jangka panjang yang dihasilkan dari pengolahan tanah tersebut. Dengan semakin meningkatnya ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia, semakin tinggi pula daya saing untuk mencapai tingkat kemudahan dalam setiap aktifitas hidupnya sehari-hari. Satu hal vital yang tidak luput dari proses pengaplikasian pengetahuan memberikan dampak besar terhadap kegiatan pertanian tanah air yang notabene merupakan sumber pencaharian terbesar sebagian masyarakat negara agraris ini. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dengan waktu yang seefisien mungkin dalam kegiatan pertanian maka diwujudkanlah hal tersebut dengan penggunaan pestisida selama aktifitas pertanian tersebut berlangsung.
Untuk memenuhi perkembangan ekonomi yang saat ini semakin meningkat, maka sangat dibutuhkannya Ilmu pengetahuan mengenai pupuk dan pestisida. Karena menyangkut hal-hal tentang pertanian dan perkebunan yang merupakan aspek utama dalam perekonomian Negara Indonesia yang beriklim tropis.
Penggunaan pestisida sintetis pada pertanian merupakan dilema. Di satu sisi sangat dibutuhkan dalam rangka penyediaan pangan, di sisi lain tanpa disadari mengakibatkan berbagai dampak negatif, baik terhadap manusia, hewan mikroba maupun lingkungan. Pemakaian pestisida haruslah sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundangan yang berlaku. Penggunaannya haruslah diperuntukkan membasmi organisme pengganggu tanaman secara selektif dan seminimal mungkin merugikan organisme dan target.
Belum banyak disadari hingga saat ini bahwa pemanfaatan bahan-bahan agrokimia yang berlebihan untuk menggenjot produksi menyebabkan kerusakan lingkungan dan hilangnya lapisan tanah yang mengandung nutrisi. Di samping itu, kualitas produksi yang dihasilkan pun akan menurun. Di Indonesia polusi tanah ini merupakan masalah yang harus dihadapi. Pemakaian pupuk dan pestisida dalam jumlah yang besar menimbulkan pencemaran bagi tanah dan air tanah dengan kadar racun yang beraneka ragam. Degradasi tanah pertanian sudah makin parah dan dengan sudah mengendapnya pestisida maupun bahan agrokimia lainnya dalam waktu yang cukup lama. Padahal, untuk mengembalikan nutrisinya tanah memerlukan waktu ratusan tahun, sedangkan untuk merusaknya hanya perlu beberapa tahun saja. Hal ini terlihat dari menurunnya produktivitas karena hilangnya kemampuan tanah untuk memproduksi nutrisi.
Ada beberapa pengaruh negatif lainnya pemakaian pestisida sintetis secara tidak sesuai. Pertama, pencemaran air dan tanah yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap manusia dan makhluk lainnya dalam bentuk makanan dan minuman yang tercemar. Kedua, matinya musuh alami dari hama maupun patogen dan akan menimbulkan resurgensi, yaitu serangan hama yang jauh lebih berat dari sebelumnya. Ketiga, kemungkinan terjadinya serangan hama sekunder. Contohnya: penyemprotan insektisida sintetis secara rutin untuk mengendalikan ulat grayak (hama primer) dapat membunuh serangga lain seperti walang sembah yang merupakan predator kutu daun (hama sekunder). Akibatnya setelah ulat grayak dapat dikendalikan, kemungkinan besar tanaman akan diserang oleh kutu daun. Keempat, kematian serangga berguna dan menguntungkan seperti lebah yang sangat serbaguna untuk penyerbukan. Kelima, timbulnya kekebalan/resistensi hama maupun patogen terhadap pestisida sintetis. Berdasarkan pertimbangan tersebut, setiap rencana penggunaan pestisida sintetis hendaknya dipertimbangkan secara seksama tentang cara penggunaan yang paling aman, di satu sisi efektif terhadap sasaran, di sisi yang lain aman bagi pemakai maupun lingkungan.
Sebenarnya tidak semua jenis insekta, cacing (nematode) dan lain-lain merupakan hama dan penyakit bagi tanaman, akan tetapi racun serangga telah membunuhnya. Tetapi makhluk-makhluk kecil ini sangat diperlukan untuk kesuburan tanah selanjutnya. Apabila penyemprotan dilakukan secara berlebihan atau takaran yang dipakai terlalu banyak, maka yang akan terjadi adalah kerugian. Tanah disekitar tanaman akan terkena pencemaran pestisida. Akibatnya makhluk-makhluk kecil itu banyak yang ikut terbasmi, sehingga kesuburan tanah menjadi rusak karenanya. Bukan tidak mungkin tragedi kegersangan dan kekeringan terjadi.
Dan akibat yang paling parah, kesuburan tanah di lahan-lahan yang menggunakan pestisida dari tahun ke tahun menurun.Dunia pertanian modern adalah dunia mitos keberhasilan modernitas. Keberhasilan diukur dari berapa banyaknya hasil panen yang dihasilkan. Semakin banyak, semakin dianggap maju. Di Indonesia, penggunaan pestisida kimia merupakan bagian dari Revolusi Hijau, sebuah proyek ambisius Orde Baru untuk memacu hasil produksi pertanian dengan menggunakan teknologi modern, yang dimulai sejak tahun 1970-an.
Gebrakan revolusi hijau di Indonesia memang terlihat pada dekade 1980-an. Saat itu, pemerintah mengkomando penanaman padi, pemaksaan pemakaian bibit impor, pupuk kimia, pestisida, dan lain-lainnya. Hasilnya, Indonesia sempat menikmati swasembada beras. Namun pada dekade 1990-an, petani mulai kelimpungan menghadapi serangan hama, kesuburan tanah merosot, ketergantungan pemakaian pupuk yang semakin meningkat dan pestisida tidak manjur lagi, dan harga gabah dikontrol pemerintah.Revolusi hijau memang pernah meningkatkan produksi gabah.
Namun berakibat:
1. Berbagai organisme penyubur tanah musnah
2. Kesuburan tanah merosot/tandus
3. Tanah mengandung residu (endapan) pestisida
4. Hasil pertanian mengandung residu pestisida
5. Keseimbangan ekosistem rusak; dan
6. Terjadi peledakan serangan dan jumlah hama.
Apabila pestisida dipakai dalam batas-batas kewajaran sesuai dengan petunjuk penggunaan kiranya merupakan tindakan yang bisa memperkecil lingkup risiko yang harus ditanggung manusia dan alam. Pemakaian pestisida secara membabi buta bisa mengundang bencana.
Oleh karena itu masalah pestisida menuntut perhatian semua pihak, tidak hanya para pejabat, tidak hanya sipemakai jasa. Kita semua memikul tanggung jawab bersama atas lingkungan hidup kita sendiri. Pestisida bukan hanya menjadi tangung jawab pabrik panghasil, dan tanggung jawab pemrintah yang memberi izin produksi, tapi menjadi tanggung jawab semua pihak, semua bangsa dan semua negara.
Jikalau di suatu negara suatu jenis pestisida sudah diteliti, dinyatakan berbahaya dan dilarang untuk dipergunakan, semestinya semua Negara dunia juga harus mengerti akan hal itu dan ikut melaksanakannya. Bersikap mendua dalam mengambil langkah kiranya kurang membantu. pemakaian pestisida dilarang tetapi tetap diproduksi dan bahkan diekspor kenegara tetangga.
Setiap usaha pembrantasan harus melibatkan semua pihak dan bersifat menyeluruh, kalau diharapkan berhasil. Mudah-mudahan di masa mendatang kasus-kasus akibat pemakaian atau produksi pestisida mulai mengecil atau bahkan hilang sama sekali. Meskipun sulit, kita semua berjuang agar risiko bagi lingkungan itu makin diperkecil.
B. Penanganan yang Harus Dilakukan
Pencemaran tanah juga dapat memberikan dampak terhadap ekosistem. Perubahan kimiawi tanah yang radikal dapat timbul dari adanya bahan kimia beracun/berbahaya bahkan pada dosis yang rendah sekalipun. Perubahan ini dapat menyebabkan perubahan metabolisme dari mikroorganisme endemik dan antropoda yang hidup di lingkungan tanah tersebut. Akibatnya bahkan dapat memusnahkan beberapa spesies primer dari rantai makanan, yang dapat memberi akibat yang besar terhadap predator atau tingkatan lain dari rantai makanan tersebut. Bahkan jika efek kimia pada bentuk kehidupan terbawah tersebut rendah, bagian bawah piramida makanan dapat menelan bahan kimia asing yang lama-kelamaan akan terkonsentrasi pada makhluk-makhluk penghuni piramida atas. Banyak dari efek-efek ini terlihat pada saat ini, seperti konsentrasi DDT pada burung menyebabkan rapuhnya cangkang telur, meningkatnya tingkat Kematian anakan dan kemungkinan hilangnya spesies tersebut.
Dampak pada pertanian terutama perubahan metabolisme tanaman yang pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan hasil pertanian. Hal ini dapat menyebabkan dampak lanjutan pada konservasi tanaman di mana tanaman tidak mampu menahan lapisan tanah dari erosi. Beberapa bahan pencemar ini memiliki waktu paruh yang panjang dan pada kasus lain bahan-bahan kimia derivatif akan terbentuk dari bahan pencemar tanah utama.
Olehnya itu ada beberapa langkah penanganan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran tanah. Diantaranya:
• Remidiasi
Remediasi adalah kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Ada dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri dari pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi.
Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya yaitu, tanah tersebut disimpan di bak/tanki yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal dan rumit.
• Bioremediasi
Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air)
DAFTAR PUSTAKA
Makalah Pencemaran Tanah « Son_Earth’s Zone The Last Geolog in the World.htm.
Soekarto. S. T. 1985. Penelitian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bhatara Karya Aksara, Jakarta. 121 hal.
Wikipedia. 2007. Pencemaran Tanah (On-line). http://id.wikipedia.org/wiki/pencemaran_tanah. diakses 26 Desember 2007.
Bachri, Moch. 1995. Geologi Lingkungan. CV. Aksara, Malang.
Kusno S, 1992, Pencegahan Pencemaran Pupuk dan pestisida. Jakarta : Penerbit Swadaya.
Ekha Isuasta,1988, Dilema Pestisida. Yogyakarta : Kanisius .
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lngkungan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfingsi lagi sesuai dengan peruntukannya (UU Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982). Pencemaran dapat timbul sebagai akibat kegiatan manusia ataupun disebabkan oleh alam (misal gunung meletus, gas beracun). Ilmu lingkungan biasanya membahas pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas manusia, yang dapat dicegah dan dikendalikan. Karena kegiatan manusia, pencermaran lingkungan pasti terjadi. Pencemaran lingkungan tersebut tidak dapat dihindari. Yang dapat dilakukan adalah mengurangi pencemaran, mengendalikan pencemaran, dan meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya agar tidak mencemari lingkngan.
B. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dan tujuan penyusunan makalah ini, antara lain yaitu :
• Sebagai bahan kajian para mahasiswa mengenai dampak terhadap pencemaran lingkungan terutama pencemaran tanah yang diakibatkan oleh kegiatan pertanian.
• Sebagai cara untuk mencari berbagai cara untuk menanggulangi dampak pencemaran yang sedang dikaji.
• Sebagai metode pengumpulan data tentang pencemaran lingkungan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pestisida dan Pencemaran Tanah
Kita semua tahu Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan sumber daya alamnya. Salah satu kekayaan tersebut, Indonesia memiliki tanah yang sangat subur karena berada di kawasan yang umurnya masih muda, sehingga di dalamnya banyak terdapat gunung-gunung berapi yang mampu mengembalikan permukaan muda kembali yang kaya akan unsur hara.
Tanah merupakan tempat kehidupan mikroorganisme yang secara makro menguntungkan bagi mahkluk hidup lainnya, termasuk manusia. Mikroorganisme yang menghuni tanah dapat dikelompokkan menjadi bakteri, fungi, aktinomisetes, alga, dan protozoa. Jumlah dan jenis mikroorganisme tanah dipengaruhi oleh perubahan lingkungan.
Namun seiring berjalannya waktu, kesuburan yang dimiliki oleh tanah Indonesia banyak yang digunakan sesuai aturan yang berlaku tanpa memperhatikan dampak jangka panjang yang dihasilkan dari pengolahan tanah tersebut. Dengan semakin meningkatnya ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia, semakin tinggi pula daya saing untuk mencapai tingkat kemudahan dalam setiap aktifitas hidupnya sehari-hari. Satu hal vital yang tidak luput dari proses pengaplikasian pengetahuan memberikan dampak besar terhadap kegiatan pertanian tanah air yang notabene merupakan sumber pencaharian terbesar sebagian masyarakat negara agraris ini. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dengan waktu yang seefisien mungkin dalam kegiatan pertanian maka diwujudkanlah hal tersebut dengan penggunaan pestisida selama aktifitas pertanian tersebut berlangsung.
Untuk memenuhi perkembangan ekonomi yang saat ini semakin meningkat, maka sangat dibutuhkannya Ilmu pengetahuan mengenai pupuk dan pestisida. Karena menyangkut hal-hal tentang pertanian dan perkebunan yang merupakan aspek utama dalam perekonomian Negara Indonesia yang beriklim tropis.
Penggunaan pestisida sintetis pada pertanian merupakan dilema. Di satu sisi sangat dibutuhkan dalam rangka penyediaan pangan, di sisi lain tanpa disadari mengakibatkan berbagai dampak negatif, baik terhadap manusia, hewan mikroba maupun lingkungan. Pemakaian pestisida haruslah sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundangan yang berlaku. Penggunaannya haruslah diperuntukkan membasmi organisme pengganggu tanaman secara selektif dan seminimal mungkin merugikan organisme dan target.
Belum banyak disadari hingga saat ini bahwa pemanfaatan bahan-bahan agrokimia yang berlebihan untuk menggenjot produksi menyebabkan kerusakan lingkungan dan hilangnya lapisan tanah yang mengandung nutrisi. Di samping itu, kualitas produksi yang dihasilkan pun akan menurun. Di Indonesia polusi tanah ini merupakan masalah yang harus dihadapi. Pemakaian pupuk dan pestisida dalam jumlah yang besar menimbulkan pencemaran bagi tanah dan air tanah dengan kadar racun yang beraneka ragam. Degradasi tanah pertanian sudah makin parah dan dengan sudah mengendapnya pestisida maupun bahan agrokimia lainnya dalam waktu yang cukup lama. Padahal, untuk mengembalikan nutrisinya tanah memerlukan waktu ratusan tahun, sedangkan untuk merusaknya hanya perlu beberapa tahun saja. Hal ini terlihat dari menurunnya produktivitas karena hilangnya kemampuan tanah untuk memproduksi nutrisi.
Ada beberapa pengaruh negatif lainnya pemakaian pestisida sintetis secara tidak sesuai. Pertama, pencemaran air dan tanah yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap manusia dan makhluk lainnya dalam bentuk makanan dan minuman yang tercemar. Kedua, matinya musuh alami dari hama maupun patogen dan akan menimbulkan resurgensi, yaitu serangan hama yang jauh lebih berat dari sebelumnya. Ketiga, kemungkinan terjadinya serangan hama sekunder. Contohnya: penyemprotan insektisida sintetis secara rutin untuk mengendalikan ulat grayak (hama primer) dapat membunuh serangga lain seperti walang sembah yang merupakan predator kutu daun (hama sekunder). Akibatnya setelah ulat grayak dapat dikendalikan, kemungkinan besar tanaman akan diserang oleh kutu daun. Keempat, kematian serangga berguna dan menguntungkan seperti lebah yang sangat serbaguna untuk penyerbukan. Kelima, timbulnya kekebalan/resistensi hama maupun patogen terhadap pestisida sintetis. Berdasarkan pertimbangan tersebut, setiap rencana penggunaan pestisida sintetis hendaknya dipertimbangkan secara seksama tentang cara penggunaan yang paling aman, di satu sisi efektif terhadap sasaran, di sisi yang lain aman bagi pemakai maupun lingkungan.
Sebenarnya tidak semua jenis insekta, cacing (nematode) dan lain-lain merupakan hama dan penyakit bagi tanaman, akan tetapi racun serangga telah membunuhnya. Tetapi makhluk-makhluk kecil ini sangat diperlukan untuk kesuburan tanah selanjutnya. Apabila penyemprotan dilakukan secara berlebihan atau takaran yang dipakai terlalu banyak, maka yang akan terjadi adalah kerugian. Tanah disekitar tanaman akan terkena pencemaran pestisida. Akibatnya makhluk-makhluk kecil itu banyak yang ikut terbasmi, sehingga kesuburan tanah menjadi rusak karenanya. Bukan tidak mungkin tragedi kegersangan dan kekeringan terjadi.
Dan akibat yang paling parah, kesuburan tanah di lahan-lahan yang menggunakan pestisida dari tahun ke tahun menurun.Dunia pertanian modern adalah dunia mitos keberhasilan modernitas. Keberhasilan diukur dari berapa banyaknya hasil panen yang dihasilkan. Semakin banyak, semakin dianggap maju. Di Indonesia, penggunaan pestisida kimia merupakan bagian dari Revolusi Hijau, sebuah proyek ambisius Orde Baru untuk memacu hasil produksi pertanian dengan menggunakan teknologi modern, yang dimulai sejak tahun 1970-an.
Gebrakan revolusi hijau di Indonesia memang terlihat pada dekade 1980-an. Saat itu, pemerintah mengkomando penanaman padi, pemaksaan pemakaian bibit impor, pupuk kimia, pestisida, dan lain-lainnya. Hasilnya, Indonesia sempat menikmati swasembada beras. Namun pada dekade 1990-an, petani mulai kelimpungan menghadapi serangan hama, kesuburan tanah merosot, ketergantungan pemakaian pupuk yang semakin meningkat dan pestisida tidak manjur lagi, dan harga gabah dikontrol pemerintah.Revolusi hijau memang pernah meningkatkan produksi gabah.
Namun berakibat:
1. Berbagai organisme penyubur tanah musnah
2. Kesuburan tanah merosot/tandus
3. Tanah mengandung residu (endapan) pestisida
4. Hasil pertanian mengandung residu pestisida
5. Keseimbangan ekosistem rusak; dan
6. Terjadi peledakan serangan dan jumlah hama.
Apabila pestisida dipakai dalam batas-batas kewajaran sesuai dengan petunjuk penggunaan kiranya merupakan tindakan yang bisa memperkecil lingkup risiko yang harus ditanggung manusia dan alam. Pemakaian pestisida secara membabi buta bisa mengundang bencana.
Oleh karena itu masalah pestisida menuntut perhatian semua pihak, tidak hanya para pejabat, tidak hanya sipemakai jasa. Kita semua memikul tanggung jawab bersama atas lingkungan hidup kita sendiri. Pestisida bukan hanya menjadi tangung jawab pabrik panghasil, dan tanggung jawab pemrintah yang memberi izin produksi, tapi menjadi tanggung jawab semua pihak, semua bangsa dan semua negara.
Jikalau di suatu negara suatu jenis pestisida sudah diteliti, dinyatakan berbahaya dan dilarang untuk dipergunakan, semestinya semua Negara dunia juga harus mengerti akan hal itu dan ikut melaksanakannya. Bersikap mendua dalam mengambil langkah kiranya kurang membantu. pemakaian pestisida dilarang tetapi tetap diproduksi dan bahkan diekspor kenegara tetangga.
Setiap usaha pembrantasan harus melibatkan semua pihak dan bersifat menyeluruh, kalau diharapkan berhasil. Mudah-mudahan di masa mendatang kasus-kasus akibat pemakaian atau produksi pestisida mulai mengecil atau bahkan hilang sama sekali. Meskipun sulit, kita semua berjuang agar risiko bagi lingkungan itu makin diperkecil.
B. Penanganan yang Harus Dilakukan
Pencemaran tanah juga dapat memberikan dampak terhadap ekosistem. Perubahan kimiawi tanah yang radikal dapat timbul dari adanya bahan kimia beracun/berbahaya bahkan pada dosis yang rendah sekalipun. Perubahan ini dapat menyebabkan perubahan metabolisme dari mikroorganisme endemik dan antropoda yang hidup di lingkungan tanah tersebut. Akibatnya bahkan dapat memusnahkan beberapa spesies primer dari rantai makanan, yang dapat memberi akibat yang besar terhadap predator atau tingkatan lain dari rantai makanan tersebut. Bahkan jika efek kimia pada bentuk kehidupan terbawah tersebut rendah, bagian bawah piramida makanan dapat menelan bahan kimia asing yang lama-kelamaan akan terkonsentrasi pada makhluk-makhluk penghuni piramida atas. Banyak dari efek-efek ini terlihat pada saat ini, seperti konsentrasi DDT pada burung menyebabkan rapuhnya cangkang telur, meningkatnya tingkat Kematian anakan dan kemungkinan hilangnya spesies tersebut.
Dampak pada pertanian terutama perubahan metabolisme tanaman yang pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan hasil pertanian. Hal ini dapat menyebabkan dampak lanjutan pada konservasi tanaman di mana tanaman tidak mampu menahan lapisan tanah dari erosi. Beberapa bahan pencemar ini memiliki waktu paruh yang panjang dan pada kasus lain bahan-bahan kimia derivatif akan terbentuk dari bahan pencemar tanah utama.
Olehnya itu ada beberapa langkah penanganan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran tanah. Diantaranya:
• Remidiasi
Remediasi adalah kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Ada dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri dari pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi.
Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya yaitu, tanah tersebut disimpan di bak/tanki yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal dan rumit.
• Bioremediasi
Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air)
DAFTAR PUSTAKA
Makalah Pencemaran Tanah « Son_Earth’s Zone The Last Geolog in the World.htm.
Soekarto. S. T. 1985. Penelitian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bhatara Karya Aksara, Jakarta. 121 hal.
Wikipedia. 2007. Pencemaran Tanah (On-line). http://id.wikipedia.org/wiki/pencemaran_tanah. diakses 26 Desember 2007.
Bachri, Moch. 1995. Geologi Lingkungan. CV. Aksara, Malang.
Kusno S, 1992, Pencegahan Pencemaran Pupuk dan pestisida. Jakarta : Penerbit Swadaya.
Ekha Isuasta,1988, Dilema Pestisida. Yogyakarta : Kanisius .
Minggu, 02 Mei 2010
Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Sulfat untuk Bioremediasi Tanah
Bekas Tambang Batubara
PENDAHULUAN
Indonesia memegang peranan yang sangat penting dalam
industri batubara dan mineral dunia. Tahun 2005 Indonesia
menduduki peringkat ke-2 sebagai negara pengekspor
batubara uap. Untuk pertambangan mineral, Indonesia
merupakan negara penghasil timah peringkat ke-2, tembaga
peringkat ke-3, nikel peringkat ke-4 dan emas peringkat ke-8
dunia (Gautama, 2007). Namun demikian, pertambangan
selalu mempunyai dua sisi yang saling berlawanan, sebagai
sumber kemakmuran sekaligus perusak lingkungan yang
sangat potensial. Sebagai sumber kemakmuran sudah tidak
diragukan lagi bahwa sektor ini merupakan salah satu tulang
punggung pendapatan negara selama bertahun-tahun.
Sebagai perusak lingkungan, praktek pertambangan terbuka
(open pit mining) yang paling banyak diterapkan pada
penambangan batubara dapat mengubah iklim mikro dan
tanah akibat seluruh lapisan tanah di atas deposit batubara
disingkirkan.
Permasalahan yang paling berat akibat penambangan
terbuka adalah terjadinya fenomena acid mine drainage (AMD)
atau acid rock drainage (ARD) akibat teroksidasinya mineral
bersulfur (Untung, 1993) dengan ditandai berubahnya warna
air menjadi merah jingga. AMD akan memberikan
serangkaian dampak yang saling berkaitan, yaitu menurunnya
pH, ketersediaan dan keseimbangan unsur hara dalam tanah
terganggu, serta kelarutan unsur-unsur mikro yang umumnya
merupakan unsur logam meningkat (Marschner, 1995; Havlin
et al., 1999). Hasil penelitian Widyati (2006) menunjukkan
bahwa kandungan sulfat pada tanah bekas tambang batubara
PT. Bukit Asam di Sumatera Selatan mencapai 60.000 ppm,
pH 2,8 dan kandungan logam-logam jauh di atas ambang
batas untuk air bersih. Kualitas lingkungan perairan yang
demikian dapat mengganggu kesehatan manusia dan
kehidupan lainnya. Disamping itu, kondisi tanah yang
demikian degraded, mengakibatkan kegiatan revegetasi
memerlukan biaya yang mahal.
Dengan demikian masalah yang harus diatasi terlebih
dahulu dalam mengendalikan AMD adalah memperbaiki
kondisi tanah. Salah satu metode yang ramah lingkungan
adalah bioremediasi, yaitu suatu proses dengan menggunakan
mikroorganisme, fungi, tanaman hijau atau ensim yang
dihasilkan untuk mengembalikan kondisi lingkungan dengan
cara mengeliminasi kontaminan (Wilkipedia, 2006). Kelompok
mikrobaa yang dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki
kualitas tanah bekas tambang batubara adalah bakteri
pereduksi sulfat (BPS). Dalam aktivitas metabolismenya BPS
dapat mereduksi sulfat menjadi H2S. Gas ini akan segera
berikatan dengan logam-logam yang banyak terdapat pada
lahan bekas tambang dan dipresipitasikan dalam bentuk
logam sulfida yang reduktif (Hards and Higgins, 2004).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan BPS
yang diisolasi dari limbah industri kertas untuk menurunkan
kadar sulfat pada lahan bekas tambang batubara.
BAHAN DAN METODE
Bakteri pereduksi sulfat (BPS) diisolasi dari limbah
industri kertas (sludge) PT. Indah Kiat Pulp and Paper di
Riau sedangkan tanah bekas tambang batubara diambil dari PT. Bukit Asam di Sumatra Selatan. Bakteri diisolasi
pada media Postgate (Atlas and Park, 1993) yang
mengandung (g/l) Na laktat (3,5), Mg.SO4 (2,0), NH4Cl
(0,2), KH2PO4 (0,5), FeSO4. 7 H2O (0,5) dan Agar (16,0)
dan pH 4 kemudian disterilkan pada suhu 121?C tekanan 1
atmosfir selama 15 menit. Pertumbuhan BPS ditandai
dengan timbulnya koloni berwarna coklat tua sampai hitam
pada dasar tabung.
Uji aktivitas bakteri pereduksi sulfat pada media Postgate
cair
Isolat BPS yang digunakan pada penelitian ini
merupakan hasil seleksi berdasarkan kecepatan
tumbuhnya (Widyati, 2003). Komposisi isolat yang
digunakan merupakan campuran 4 isolat yang berdasarkan
identifikasi awal keempatnya termasuk genus Desulfovibrio
(Widyati, 2006). Masing-masing isolat dipelihara pada
media Postgate.
Masing-masing isolat murni BPS tersebut (0,25 ml)
diinokulasi ke media Postgate cair yang diperkaya dengan
larutan asam sulfat 2 N sebanyak 5% (v/v) jika populasi
telah mencapai 105 cfu/ml media. Kultur diinkubasi dalam
tabung ulir volume 25 ml sampai penuh. Percobaan
dilakukan dalam rancangan acak lengkap dengan 3 kali
ulangan, masing-masing ulangan terdiri atas 3 tabung ulir.
Setiap lima hari sampai hari keduapuluh dilakukan
pengukuran sulfat. Sebagai kontrol adalah perlakuan
media postgate B yang diperkaya dengan larutan asam
sulfat 2 N sebanyak 5% (v/v) tetapi tidak diinokulasi
dengan BPS.
Uji aktivitas bakteri pereduksi sulfat untuk bioremediasi
tanah bekas tambang batubara
Komposisi bakteri yang digunakan pada percobaan ini
sama dengan pada percobaan uji BPS pada media
Postgate cair. Sebelum diinokulasikan pada tanah bekas
tambang batubara, biakan BPS sebanyak 1% dicampurkan
pada bahan organik steril kemudian diinkubasi selama 4
hari. Setelah bakteri tumbuh yang ditandai dengan
terbentuknya gelembung dipermukaan bahan organik
segera dimasukkan ke dalam tanah bekas tambang
batubara dengan perbandingan 1 : 3 (v/v). Selanjutnya
tanah ditambah dengan air steril sampai jenuh (berbentuk
pasta/lumpur). Percobaan dilakukan dalam rancangan
acak lengkap dengan 3 kali ulangan, masing-masing
ulangan terdiri atas 5 ember. Sebagai kontrol diberikan
tanah bekas tambang batubara yang diberi bahan organik
steril dan dilumpurkan. Setiap 5 hari sampai hari ke-20
dilakukan pengukuran sulfat, pH dan Eh tanah. Untuk
mengetahui pertumbuhan BPS setiap 5 hari selama 20 hari
pada perlakuan BPS dilakukan re-isolasi pada media
Postgate agar kemudian dihitung jumlah koloni yang
tumbuh. Efisiensi bioremediasi dihitung untuk mengetahui
berapa persen polutan yang dapat diturunkan selama
perlakuan. Efisiensi dihitung dengan rumus Widyati (2006),
sebagai berikut:
1. Efisiensi masing-masing perlakuan
(konsentrasi sulfat awal) – (konsentrasi sulfat akhir) x 100%
(konsentrasi awal)
2. Efisiensi perlakuan terhadap kontrol dihitung dengan
rumus:
(kons. sulfat akhir kontrol) – (kons. sulfat akhir perlakuan) x100%
(konsentrasi sulfat akhir kontrol)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa pada perlakuan
yang tidak diinokulasi dengan BPS konsentrasi sulfat dalam
larutan tersebut relatif tidak mengalami perubahan (Gambar
1). Sedangkan pada perlakuan yang diinokulasi dengan
BPS terjadi penurunan dari konsentrasi sulfat sebesar
48.400 ppm pada hari ke-0 menjadi 9.300 ppm pada hari
ke-20 setelah inkubasi. Pada percobaan ini BPS mulai
menurunkan sulfat setelah hari ke-5 inkubasi.
Isolat murni BPS yang diisolasi dari limbah industri
kertas dapat mereduksi sulfat yang ditambahkan ke dalam
media Postgate (Gambar 1). Penurunan tersebut apabila
dihitung dengan rumus efisiensi (Widyati, 2006) didapatkan
nilai efisiensi sebesar 83,88%, sedangkan kontrol yang
tidak diinokulasi dengan BPS hanya mengalami penurunan
dengan efisiensi sebesar 0,81% dalam waktu 20 hari.
Penurunan konsentrasi sulfat pada penelitian ini karena
BPS dapat menggunakan sulfat sebagai akseptor elektron
untuk aktivitas metabolismenya (Higgins et al., 2003).
Karena sulfat menerima elektron maka senyawa ini akan
mengalami reduksi menjadi sulfida sehingga
konsentrasinya dalam kultur tersebut mengalami
penurunan.
Ujicoba pemanfaatan BPS juga dilakukan untuk
menurunkan kandungan sulfat pada tanah bekas tambang
batubara. Hasil pengukuran perubahan kadar sulfat pada
tanah bekas tambang batubara oleh aktivitas BPS
ditunjukkan pada Gambar 2. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa perlakuan bioremediasi dengan BPS
dapat menurunkan konsentrasi sulfat dalam tanah bekas
tambang batubara secara signifikan (P<0,05), dengan
efisiensi 91,28% dibanding kontrol.
Dalam melakukan reduksi sulfat, BPS menggunakan
sulfat sebagai sumber energi yaitu sebagai akseptor
elektron dan menggunakan bahan organik sebagai sumber
karbon (C). Karbon tersebut berperan selain sebagai donor
elekton dalam metabolisme juga merupakan bahan
penyusun selnya (Groudev et al., 2001). Sedangkan
menurut Djurle (2004) BPS menggunakan donor elektron
H2 dan sumber C (CO2) yang dapat diperoleh dari bahan
organik. Reaksi reduksi sulfat oleh BPS menurut Van
Houten (2003) dalam Djurle (2004) adalah sebagai berikut:
SO4
2- + H2 + 2 H+ ? H2S + 4H2O
Penurunan yang terjadi pada perlakuan kontrol
ini karena pada perlakuan ini ke dalam tanah bekas
tambang batubara ditambahkan bahan organik dan
ditambahkan air sampai jenuh. Penjenuhan air
mengakibatkan tanah menjadi anaerob yang ditandai
dengan perubahan potensial redoks (Eh) menjadi negatif
(Gambar 3). Penurunan Eh menunjukkan adanya
perubahan kondisi lingkungan dari aerob (positif) menjadi
anaerob (negatif) karena oksigen yang mengisi pori-pori
tanah terdesak dan digantikan oleh air. Pada kondisi
anaerob bahan organik akan berperan sebagai donor
elektron (Groudev et al., 2001). Ketika sulfat menerima
elektron dari bahan organik maka akan mengalami reduksi
membentuk senyawa sulfida seperti yang digambarkan oleh
Foth (1990) dalam persamaan reaksi sebagai berikut:
SO4
2- + H2O + 2 e- ? SO3
2- + 2 OHSO3
2- + H2O + 6 e- ? S2- + 6 OHMenurunnya
konsentrasi sulfat pada perlakuan kontrol
terjadi karena dalam kondisi anaerob akseptor elektron
yang pada kondisi aerob dilakukan oleh oksigen bebas
akan digantikan oleh molekul lain (Foth, 1990), seperti nitrat
dan sulfat (Foth, 1990; Groudev et al., 2001). Pada
penelitian ini yang berperan sebagai akseptor elektron
adalah sulfat yang konsentrasinya pada tanah bekas
tambang batubara berkisar antara 32.000 – 60.000 ppm
(Widyati 2006).
Pada penelitian ini, penurunan konsentrasi sulfat
(termasuk asam kuat) akan meningkatkan pH tanah
(Gambar 4). Hal ini terjadi karena beberapa proses yang
saling berkaitan, yaitu karena penggenangan, penambahan
bahan organik dan aktivitas BPS. Pada proses
penggenangan seperti yang ditunjukkan oleh reaksi (Foth,
1990) dilepaskan ion-ion hidroksil yang akan mengikat ion
H+. Disamping itu peningkatan pH juga terjadi karena
pemberian bahan organik. Bahan organik mempunyai
buffering capacity sehingga dapat meningkatkan atau
menurunkan pH lingkungannya (Stevenson, 1994).
Apabila dibandingkan antara perlakuan kontrol dengan
perlakuan BPS, meskipun kedua perlakuan memberikan
suasana anaerob yang tidak berbeda nyata (P>0,05)
(Gambar 3), tetapi memberikan hasil yang berbeda nyata
dalam menurunkan sulfat dan meningkatkan pH tanah
bekas tambang batubara. Perlakuan BPS menurunkan
sulfat dan meningkatkan pH secara signifikan sedangkan
perlakuan kontrol tidak. Perlakuan BPS dapat mereduksi
sulfat tanah >80% (Gambar 2) sehingga dapat
meningkatkan pH mendekati netral (Gambar 5). Hal ini
menunjukkan bahwa reaksi reduksi sulfat yang dikatalis
oleh BPS lebih efisien daripada proses reduksi secara kimia
karena penjenuhan dan penambahan bahan organik.
Namun demikian, penambahan bahan organik dan
penjenuhan tetap diperlukan karena menurut Alexander
(1977) bahwa reaksi reduksi sulfat oleh BPS menjadi
sulfida dapat ditingkatkan melalui penambahan kadar air
dan penambahan bahan organik tanah. Proses ini
memerlukan Eh yang rendah (anaerob) dan umumnya
dibatasi oleh pH di atas 6.
Untuk menguji apakah BPS yang diinokulasikan dapat
hidup dan berperan aktif dalam proses bioremediasi tanah
bekas tambang batubara, maka setiap 5 hari selama 20
hari dilakukan re-isolasi BPS. Hasil re-isolasi ditunjukkan
pada Gambar 5, dimana BPS yang diinokulasikan dapat
tumbuh dengan baik, sehingga pada hari ke-15 jumlahnya
meningkat 195 kali lipat. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian Alexander (1977), bahwa ketika terjadi defisiensi
O2 karena penggenangan (flooding) maka akan
meningkatkan populasi BPS ribuan kali lipat dalam waktu
kurang lebih 2 minggu. Populasi mikroba ini berkembang
menjadi 23.000% dalam waktu 20 hari. Dalam tanah
bekas tambang batubara banyak mengandung sulfat yang
sangat diperlukan oleh BPS sebagai sumber energi untuk
menerima elektron selama aktivitas metabolik dalam
selnya. Karena menurut Hards and Higgins (2004), bahwa
BPS dalam hidupnya memerlukan sulfat sebagai akseptor
elektron dan bahan organik sebagai sumber C. Sehingga
ketika mereka dimasukkan ke dalam lingkungan tanah
bekas tambang batubara yang banyak mengandung sulfat,
sudah barang tentu dapat meningkatkan aktivitas
metaboliknya dan mengakibatkan populasinya berkembang
baik.
Menurut Alexander (1977) BPS terdiri dari 2 genus,
yaitu Desulfovibrio dan Desulfotomaculum. Desulfovibrio
hidup pada kisaran pH 6 sampai netral, sedangkan
Desulfotomaculum merupakan kelompok BPS yang termofil
(menyukai suhu yang tinggi). Dari hasil penelitian
lingkungan tanah bekas tambang batubara setelah diberi
perlakuan bioremediasi mempunyai pH sekitar 6 (Gambar
5) dan suhunya berkisar pada suhu ruangan (25°C – 30°C)
tidak termofil (>55°C) sehingga kuat dugaan bahwa BPS
yang ditemukan sangat dekat sifat-sifatnya dengan genus
Desulfovibrio. Sedangkan menurut Feio et al. (1998) media
Postgate yang digunakan merupakan media selektif yang
paling cocok untuk mengisolasi BPS dari genus
Desulfovibrio.
Kemampuan BPS dalam menurunkan kandungan sulfat
sehingga dapat meningkatkan pH tanah bekas tambang
batubara ini sangat bermanfaat pada kegiatan rehabilitasi
lahan bekas tambang batubara. Peningkatan pH yang
dicapai hampir mendekati netral (6,66) sehingga sangat
baik untuk mendukung pertumbuhan tanaman revegetasi
maupun kehidupan biota lainnya.
KESIMPULAN
Bakteri pereduksi sulfat (BPS) efektif digunakan dalam
proses bioremediasi tanah bekas tambang batubara
dengan waktu inkubasi 20 hari. Aktivitas BPS dapat
menurunkan konsentrasi sulfat pada tanah bekas tambang
batubara dengan efisiensi 89,76% dalam waktu inkubasi 20
hari. Penurunan sulfat tersebut dapat meningkatkan pH
tanah bekas tambang batubara dari 4,15 menjadi 6,66
dalam waktu yang sama. Nilai pH tersebut merupakan pH
yang ideal untuk pertumbuhan sebagian besar tanaman,
sehingga bioremediasi tanah dengan BPS akan sangat
membantu kegiatan rehabilitasi lahan bekas tambang
batubara.
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, M. 1977. Introduction to Soil Microbiology. 2nd ed. John Willey
& Son. New York
Atlas, M.R. and L.C. Parks. 1993. Handbook of Microbiological Media.
CRC Press. Boca Raton.
Djurle, C. 2004. Development of a Model for Simulation of Biological
Sulphate Reduction with Hidrogen as Energy Source. Master Thesis.
Department of Chemical Engineering. Lund Institute of Technology. The
Netherlands.
Feio, M.J., H.B. Beech, M. Carepo, J.M. Lopes, C.W.S. Cheung, R. Franco,
J. Guezennec,J.R. Smith, J.I. Mitchell, J.J.G. Moura and A.R. Lino.
1998. Isolation and characterization of a novel sulphate-reducing
bacterium of the Desulfovibrio genus. Anaerobe (4): 117 – 130.
Foth, H.D. 1990. Fundamentals of Soil Science. 8th ed. John Willey&son.
New York.
Gautama RS. 2007. Pidato Guru Besar ITB: Pengelolaan air asam tambang:
aspek penting menuju pertambangan berwawasan lingkungan.
www.itb.ac.id/favicon.ico[20 Mei 2007]
Groudev, S.N., K. Komnitsas, I.I. Spasova and I. Paspaliaris. 2001.
Treatment of AMD by a natural wetland. Minerals Engineering 12: 261-
270.
Hards, B.C. and J.P. Higgins. 2004. Bioremediation of Acid Rock
Drainage Using SRB. Jacques Whit Environment Limited. Ontario.
Havlin, J.L., J.B. Beaton, S.L. Tisdale SL and W.L. Nelson. 1999. Soil
Fertility and Fertilizers. An Introduction to Nutrient Management.
Prentice Hall. New Jersey.
Higgins, J.P., B.C. Hards and A.I. Mattes. 2003. Biremediation of Acid
Rock Drainage Using Sulfate Reducing Bacteria.
www.Jacqueswhitford.com/site_jw/ media/ 1_4SC_
sudburrypapers2003mayHiggins10_8_pdf [16 Juli 2004]
Marschner, H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants. 2nd ed. Academic
Press. London.
Stevenson FJ. 1994. Humus Chemistry: Genesis, Composition,
Reaction. John Willey&son. New York.
Untung, S.R. 1993. Dampak Air Asam Tambang dan Upaya
Pengelolaannya. Pusat Penelitian Tambang Batubara dan Mineral.
Bandung (Tidak dipublikasikan).
Widyati, E. 2003. Isolasi dan seleksi bakteri pengasimilasi sulfur. Laporan
tahunan Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Tidak
dipublikasikan.
Widyati, E. 2006. Bioremediasi Tanah Bekas tambang Batubara dengan
Sludge Industri Kertas untuk Memacu Revegetasi Lahan. Disertasi
Doktor. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor
www.wilkipedia.com.thefreeencyclopedia/bioremediation.htm. Bioremediation.
[18 Juni 2006]
Bekas Tambang Batubara
PENDAHULUAN
Indonesia memegang peranan yang sangat penting dalam
industri batubara dan mineral dunia. Tahun 2005 Indonesia
menduduki peringkat ke-2 sebagai negara pengekspor
batubara uap. Untuk pertambangan mineral, Indonesia
merupakan negara penghasil timah peringkat ke-2, tembaga
peringkat ke-3, nikel peringkat ke-4 dan emas peringkat ke-8
dunia (Gautama, 2007). Namun demikian, pertambangan
selalu mempunyai dua sisi yang saling berlawanan, sebagai
sumber kemakmuran sekaligus perusak lingkungan yang
sangat potensial. Sebagai sumber kemakmuran sudah tidak
diragukan lagi bahwa sektor ini merupakan salah satu tulang
punggung pendapatan negara selama bertahun-tahun.
Sebagai perusak lingkungan, praktek pertambangan terbuka
(open pit mining) yang paling banyak diterapkan pada
penambangan batubara dapat mengubah iklim mikro dan
tanah akibat seluruh lapisan tanah di atas deposit batubara
disingkirkan.
Permasalahan yang paling berat akibat penambangan
terbuka adalah terjadinya fenomena acid mine drainage (AMD)
atau acid rock drainage (ARD) akibat teroksidasinya mineral
bersulfur (Untung, 1993) dengan ditandai berubahnya warna
air menjadi merah jingga. AMD akan memberikan
serangkaian dampak yang saling berkaitan, yaitu menurunnya
pH, ketersediaan dan keseimbangan unsur hara dalam tanah
terganggu, serta kelarutan unsur-unsur mikro yang umumnya
merupakan unsur logam meningkat (Marschner, 1995; Havlin
et al., 1999). Hasil penelitian Widyati (2006) menunjukkan
bahwa kandungan sulfat pada tanah bekas tambang batubara
PT. Bukit Asam di Sumatera Selatan mencapai 60.000 ppm,
pH 2,8 dan kandungan logam-logam jauh di atas ambang
batas untuk air bersih. Kualitas lingkungan perairan yang
demikian dapat mengganggu kesehatan manusia dan
kehidupan lainnya. Disamping itu, kondisi tanah yang
demikian degraded, mengakibatkan kegiatan revegetasi
memerlukan biaya yang mahal.
Dengan demikian masalah yang harus diatasi terlebih
dahulu dalam mengendalikan AMD adalah memperbaiki
kondisi tanah. Salah satu metode yang ramah lingkungan
adalah bioremediasi, yaitu suatu proses dengan menggunakan
mikroorganisme, fungi, tanaman hijau atau ensim yang
dihasilkan untuk mengembalikan kondisi lingkungan dengan
cara mengeliminasi kontaminan (Wilkipedia, 2006). Kelompok
mikrobaa yang dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki
kualitas tanah bekas tambang batubara adalah bakteri
pereduksi sulfat (BPS). Dalam aktivitas metabolismenya BPS
dapat mereduksi sulfat menjadi H2S. Gas ini akan segera
berikatan dengan logam-logam yang banyak terdapat pada
lahan bekas tambang dan dipresipitasikan dalam bentuk
logam sulfida yang reduktif (Hards and Higgins, 2004).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan BPS
yang diisolasi dari limbah industri kertas untuk menurunkan
kadar sulfat pada lahan bekas tambang batubara.
BAHAN DAN METODE
Bakteri pereduksi sulfat (BPS) diisolasi dari limbah
industri kertas (sludge) PT. Indah Kiat Pulp and Paper di
Riau sedangkan tanah bekas tambang batubara diambil dari PT. Bukit Asam di Sumatra Selatan. Bakteri diisolasi
pada media Postgate (Atlas and Park, 1993) yang
mengandung (g/l) Na laktat (3,5), Mg.SO4 (2,0), NH4Cl
(0,2), KH2PO4 (0,5), FeSO4. 7 H2O (0,5) dan Agar (16,0)
dan pH 4 kemudian disterilkan pada suhu 121?C tekanan 1
atmosfir selama 15 menit. Pertumbuhan BPS ditandai
dengan timbulnya koloni berwarna coklat tua sampai hitam
pada dasar tabung.
Uji aktivitas bakteri pereduksi sulfat pada media Postgate
cair
Isolat BPS yang digunakan pada penelitian ini
merupakan hasil seleksi berdasarkan kecepatan
tumbuhnya (Widyati, 2003). Komposisi isolat yang
digunakan merupakan campuran 4 isolat yang berdasarkan
identifikasi awal keempatnya termasuk genus Desulfovibrio
(Widyati, 2006). Masing-masing isolat dipelihara pada
media Postgate.
Masing-masing isolat murni BPS tersebut (0,25 ml)
diinokulasi ke media Postgate cair yang diperkaya dengan
larutan asam sulfat 2 N sebanyak 5% (v/v) jika populasi
telah mencapai 105 cfu/ml media. Kultur diinkubasi dalam
tabung ulir volume 25 ml sampai penuh. Percobaan
dilakukan dalam rancangan acak lengkap dengan 3 kali
ulangan, masing-masing ulangan terdiri atas 3 tabung ulir.
Setiap lima hari sampai hari keduapuluh dilakukan
pengukuran sulfat. Sebagai kontrol adalah perlakuan
media postgate B yang diperkaya dengan larutan asam
sulfat 2 N sebanyak 5% (v/v) tetapi tidak diinokulasi
dengan BPS.
Uji aktivitas bakteri pereduksi sulfat untuk bioremediasi
tanah bekas tambang batubara
Komposisi bakteri yang digunakan pada percobaan ini
sama dengan pada percobaan uji BPS pada media
Postgate cair. Sebelum diinokulasikan pada tanah bekas
tambang batubara, biakan BPS sebanyak 1% dicampurkan
pada bahan organik steril kemudian diinkubasi selama 4
hari. Setelah bakteri tumbuh yang ditandai dengan
terbentuknya gelembung dipermukaan bahan organik
segera dimasukkan ke dalam tanah bekas tambang
batubara dengan perbandingan 1 : 3 (v/v). Selanjutnya
tanah ditambah dengan air steril sampai jenuh (berbentuk
pasta/lumpur). Percobaan dilakukan dalam rancangan
acak lengkap dengan 3 kali ulangan, masing-masing
ulangan terdiri atas 5 ember. Sebagai kontrol diberikan
tanah bekas tambang batubara yang diberi bahan organik
steril dan dilumpurkan. Setiap 5 hari sampai hari ke-20
dilakukan pengukuran sulfat, pH dan Eh tanah. Untuk
mengetahui pertumbuhan BPS setiap 5 hari selama 20 hari
pada perlakuan BPS dilakukan re-isolasi pada media
Postgate agar kemudian dihitung jumlah koloni yang
tumbuh. Efisiensi bioremediasi dihitung untuk mengetahui
berapa persen polutan yang dapat diturunkan selama
perlakuan. Efisiensi dihitung dengan rumus Widyati (2006),
sebagai berikut:
1. Efisiensi masing-masing perlakuan
(konsentrasi sulfat awal) – (konsentrasi sulfat akhir) x 100%
(konsentrasi awal)
2. Efisiensi perlakuan terhadap kontrol dihitung dengan
rumus:
(kons. sulfat akhir kontrol) – (kons. sulfat akhir perlakuan) x100%
(konsentrasi sulfat akhir kontrol)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa pada perlakuan
yang tidak diinokulasi dengan BPS konsentrasi sulfat dalam
larutan tersebut relatif tidak mengalami perubahan (Gambar
1). Sedangkan pada perlakuan yang diinokulasi dengan
BPS terjadi penurunan dari konsentrasi sulfat sebesar
48.400 ppm pada hari ke-0 menjadi 9.300 ppm pada hari
ke-20 setelah inkubasi. Pada percobaan ini BPS mulai
menurunkan sulfat setelah hari ke-5 inkubasi.
Isolat murni BPS yang diisolasi dari limbah industri
kertas dapat mereduksi sulfat yang ditambahkan ke dalam
media Postgate (Gambar 1). Penurunan tersebut apabila
dihitung dengan rumus efisiensi (Widyati, 2006) didapatkan
nilai efisiensi sebesar 83,88%, sedangkan kontrol yang
tidak diinokulasi dengan BPS hanya mengalami penurunan
dengan efisiensi sebesar 0,81% dalam waktu 20 hari.
Penurunan konsentrasi sulfat pada penelitian ini karena
BPS dapat menggunakan sulfat sebagai akseptor elektron
untuk aktivitas metabolismenya (Higgins et al., 2003).
Karena sulfat menerima elektron maka senyawa ini akan
mengalami reduksi menjadi sulfida sehingga
konsentrasinya dalam kultur tersebut mengalami
penurunan.
Ujicoba pemanfaatan BPS juga dilakukan untuk
menurunkan kandungan sulfat pada tanah bekas tambang
batubara. Hasil pengukuran perubahan kadar sulfat pada
tanah bekas tambang batubara oleh aktivitas BPS
ditunjukkan pada Gambar 2. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa perlakuan bioremediasi dengan BPS
dapat menurunkan konsentrasi sulfat dalam tanah bekas
tambang batubara secara signifikan (P<0,05), dengan
efisiensi 91,28% dibanding kontrol.
Dalam melakukan reduksi sulfat, BPS menggunakan
sulfat sebagai sumber energi yaitu sebagai akseptor
elektron dan menggunakan bahan organik sebagai sumber
karbon (C). Karbon tersebut berperan selain sebagai donor
elekton dalam metabolisme juga merupakan bahan
penyusun selnya (Groudev et al., 2001). Sedangkan
menurut Djurle (2004) BPS menggunakan donor elektron
H2 dan sumber C (CO2) yang dapat diperoleh dari bahan
organik. Reaksi reduksi sulfat oleh BPS menurut Van
Houten (2003) dalam Djurle (2004) adalah sebagai berikut:
SO4
2- + H2 + 2 H+ ? H2S + 4H2O
Penurunan yang terjadi pada perlakuan kontrol
ini karena pada perlakuan ini ke dalam tanah bekas
tambang batubara ditambahkan bahan organik dan
ditambahkan air sampai jenuh. Penjenuhan air
mengakibatkan tanah menjadi anaerob yang ditandai
dengan perubahan potensial redoks (Eh) menjadi negatif
(Gambar 3). Penurunan Eh menunjukkan adanya
perubahan kondisi lingkungan dari aerob (positif) menjadi
anaerob (negatif) karena oksigen yang mengisi pori-pori
tanah terdesak dan digantikan oleh air. Pada kondisi
anaerob bahan organik akan berperan sebagai donor
elektron (Groudev et al., 2001). Ketika sulfat menerima
elektron dari bahan organik maka akan mengalami reduksi
membentuk senyawa sulfida seperti yang digambarkan oleh
Foth (1990) dalam persamaan reaksi sebagai berikut:
SO4
2- + H2O + 2 e- ? SO3
2- + 2 OHSO3
2- + H2O + 6 e- ? S2- + 6 OHMenurunnya
konsentrasi sulfat pada perlakuan kontrol
terjadi karena dalam kondisi anaerob akseptor elektron
yang pada kondisi aerob dilakukan oleh oksigen bebas
akan digantikan oleh molekul lain (Foth, 1990), seperti nitrat
dan sulfat (Foth, 1990; Groudev et al., 2001). Pada
penelitian ini yang berperan sebagai akseptor elektron
adalah sulfat yang konsentrasinya pada tanah bekas
tambang batubara berkisar antara 32.000 – 60.000 ppm
(Widyati 2006).
Pada penelitian ini, penurunan konsentrasi sulfat
(termasuk asam kuat) akan meningkatkan pH tanah
(Gambar 4). Hal ini terjadi karena beberapa proses yang
saling berkaitan, yaitu karena penggenangan, penambahan
bahan organik dan aktivitas BPS. Pada proses
penggenangan seperti yang ditunjukkan oleh reaksi (Foth,
1990) dilepaskan ion-ion hidroksil yang akan mengikat ion
H+. Disamping itu peningkatan pH juga terjadi karena
pemberian bahan organik. Bahan organik mempunyai
buffering capacity sehingga dapat meningkatkan atau
menurunkan pH lingkungannya (Stevenson, 1994).
Apabila dibandingkan antara perlakuan kontrol dengan
perlakuan BPS, meskipun kedua perlakuan memberikan
suasana anaerob yang tidak berbeda nyata (P>0,05)
(Gambar 3), tetapi memberikan hasil yang berbeda nyata
dalam menurunkan sulfat dan meningkatkan pH tanah
bekas tambang batubara. Perlakuan BPS menurunkan
sulfat dan meningkatkan pH secara signifikan sedangkan
perlakuan kontrol tidak. Perlakuan BPS dapat mereduksi
sulfat tanah >80% (Gambar 2) sehingga dapat
meningkatkan pH mendekati netral (Gambar 5). Hal ini
menunjukkan bahwa reaksi reduksi sulfat yang dikatalis
oleh BPS lebih efisien daripada proses reduksi secara kimia
karena penjenuhan dan penambahan bahan organik.
Namun demikian, penambahan bahan organik dan
penjenuhan tetap diperlukan karena menurut Alexander
(1977) bahwa reaksi reduksi sulfat oleh BPS menjadi
sulfida dapat ditingkatkan melalui penambahan kadar air
dan penambahan bahan organik tanah. Proses ini
memerlukan Eh yang rendah (anaerob) dan umumnya
dibatasi oleh pH di atas 6.
Untuk menguji apakah BPS yang diinokulasikan dapat
hidup dan berperan aktif dalam proses bioremediasi tanah
bekas tambang batubara, maka setiap 5 hari selama 20
hari dilakukan re-isolasi BPS. Hasil re-isolasi ditunjukkan
pada Gambar 5, dimana BPS yang diinokulasikan dapat
tumbuh dengan baik, sehingga pada hari ke-15 jumlahnya
meningkat 195 kali lipat. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian Alexander (1977), bahwa ketika terjadi defisiensi
O2 karena penggenangan (flooding) maka akan
meningkatkan populasi BPS ribuan kali lipat dalam waktu
kurang lebih 2 minggu. Populasi mikroba ini berkembang
menjadi 23.000% dalam waktu 20 hari. Dalam tanah
bekas tambang batubara banyak mengandung sulfat yang
sangat diperlukan oleh BPS sebagai sumber energi untuk
menerima elektron selama aktivitas metabolik dalam
selnya. Karena menurut Hards and Higgins (2004), bahwa
BPS dalam hidupnya memerlukan sulfat sebagai akseptor
elektron dan bahan organik sebagai sumber C. Sehingga
ketika mereka dimasukkan ke dalam lingkungan tanah
bekas tambang batubara yang banyak mengandung sulfat,
sudah barang tentu dapat meningkatkan aktivitas
metaboliknya dan mengakibatkan populasinya berkembang
baik.
Menurut Alexander (1977) BPS terdiri dari 2 genus,
yaitu Desulfovibrio dan Desulfotomaculum. Desulfovibrio
hidup pada kisaran pH 6 sampai netral, sedangkan
Desulfotomaculum merupakan kelompok BPS yang termofil
(menyukai suhu yang tinggi). Dari hasil penelitian
lingkungan tanah bekas tambang batubara setelah diberi
perlakuan bioremediasi mempunyai pH sekitar 6 (Gambar
5) dan suhunya berkisar pada suhu ruangan (25°C – 30°C)
tidak termofil (>55°C) sehingga kuat dugaan bahwa BPS
yang ditemukan sangat dekat sifat-sifatnya dengan genus
Desulfovibrio. Sedangkan menurut Feio et al. (1998) media
Postgate yang digunakan merupakan media selektif yang
paling cocok untuk mengisolasi BPS dari genus
Desulfovibrio.
Kemampuan BPS dalam menurunkan kandungan sulfat
sehingga dapat meningkatkan pH tanah bekas tambang
batubara ini sangat bermanfaat pada kegiatan rehabilitasi
lahan bekas tambang batubara. Peningkatan pH yang
dicapai hampir mendekati netral (6,66) sehingga sangat
baik untuk mendukung pertumbuhan tanaman revegetasi
maupun kehidupan biota lainnya.
KESIMPULAN
Bakteri pereduksi sulfat (BPS) efektif digunakan dalam
proses bioremediasi tanah bekas tambang batubara
dengan waktu inkubasi 20 hari. Aktivitas BPS dapat
menurunkan konsentrasi sulfat pada tanah bekas tambang
batubara dengan efisiensi 89,76% dalam waktu inkubasi 20
hari. Penurunan sulfat tersebut dapat meningkatkan pH
tanah bekas tambang batubara dari 4,15 menjadi 6,66
dalam waktu yang sama. Nilai pH tersebut merupakan pH
yang ideal untuk pertumbuhan sebagian besar tanaman,
sehingga bioremediasi tanah dengan BPS akan sangat
membantu kegiatan rehabilitasi lahan bekas tambang
batubara.
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, M. 1977. Introduction to Soil Microbiology. 2nd ed. John Willey
& Son. New York
Atlas, M.R. and L.C. Parks. 1993. Handbook of Microbiological Media.
CRC Press. Boca Raton.
Djurle, C. 2004. Development of a Model for Simulation of Biological
Sulphate Reduction with Hidrogen as Energy Source. Master Thesis.
Department of Chemical Engineering. Lund Institute of Technology. The
Netherlands.
Feio, M.J., H.B. Beech, M. Carepo, J.M. Lopes, C.W.S. Cheung, R. Franco,
J. Guezennec,J.R. Smith, J.I. Mitchell, J.J.G. Moura and A.R. Lino.
1998. Isolation and characterization of a novel sulphate-reducing
bacterium of the Desulfovibrio genus. Anaerobe (4): 117 – 130.
Foth, H.D. 1990. Fundamentals of Soil Science. 8th ed. John Willey&son.
New York.
Gautama RS. 2007. Pidato Guru Besar ITB: Pengelolaan air asam tambang:
aspek penting menuju pertambangan berwawasan lingkungan.
www.itb.ac.id/favicon.ico[20 Mei 2007]
Groudev, S.N., K. Komnitsas, I.I. Spasova and I. Paspaliaris. 2001.
Treatment of AMD by a natural wetland. Minerals Engineering 12: 261-
270.
Hards, B.C. and J.P. Higgins. 2004. Bioremediation of Acid Rock
Drainage Using SRB. Jacques Whit Environment Limited. Ontario.
Havlin, J.L., J.B. Beaton, S.L. Tisdale SL and W.L. Nelson. 1999. Soil
Fertility and Fertilizers. An Introduction to Nutrient Management.
Prentice Hall. New Jersey.
Higgins, J.P., B.C. Hards and A.I. Mattes. 2003. Biremediation of Acid
Rock Drainage Using Sulfate Reducing Bacteria.
www.Jacqueswhitford.com/site_jw/ media/ 1_4SC_
sudburrypapers2003mayHiggins10_8_pdf [16 Juli 2004]
Marschner, H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants. 2nd ed. Academic
Press. London.
Stevenson FJ. 1994. Humus Chemistry: Genesis, Composition,
Reaction. John Willey&son. New York.
Untung, S.R. 1993. Dampak Air Asam Tambang dan Upaya
Pengelolaannya. Pusat Penelitian Tambang Batubara dan Mineral.
Bandung (Tidak dipublikasikan).
Widyati, E. 2003. Isolasi dan seleksi bakteri pengasimilasi sulfur. Laporan
tahunan Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Tidak
dipublikasikan.
Widyati, E. 2006. Bioremediasi Tanah Bekas tambang Batubara dengan
Sludge Industri Kertas untuk Memacu Revegetasi Lahan. Disertasi
Doktor. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor
www.wilkipedia.com.thefreeencyclopedia/bioremediation.htm. Bioremediation.
[18 Juni 2006]
oh iya brooo, bagi yang blum tau apa sieh yang di bahas para pasukan orange yaitu Ahli2 lingkungan, disini sya akan memberi tau sedikit tentang lingkungan, lets check it out!
Lingkungan
1. Keseimbangan Lingkungan
Definisi lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya.
Komponen lingkungan terdiri dari faktor abiotik (tanah, air, udara, cuaca, suhu) dan faktor biotik (tumbuhan dan hewan, termasuk manusia).
Lingkungan hidup balk faktor biotik maupun abiotik berpengaruh dan dipengaruhi manusia. Segala yang ada pada lingkungan dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia, karena lingkungan memiliki daya dukung. Daya dukung lingkungannya adalah kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Dalam kondisi alami, lingkungan dengan segala keragaman interaksi yang ada mampu untuk menyeimbangkan keadaannya. Namun tidak tertutup kemungkinan, kondisi demikian dapat berubah oleh campur tangan manusia dengan segala aktivitas pemenuhan kebutuhan yang terkadang melampaui Batas.
Keseimbangan lingkungan secara alami dapat berlangsung karena beberapa hal, yaitu komponen-komponen yang ada terlibat dalam aksi-reaksi dan berperan sesuai kondisi keseimbangan, pemindahan energi (arus energi), dan siklus biogeokimia dapat berlangsung. Keseimbangan lingkungan dapat terganggu bila terjadi perubahan berupa pengurangan fungsi dari komponen atau hilangnya sebagian komponen yang dapat menyebabkan putusnya mata rantai dalam ekosistem. Salah satu faktor penyebab gangguan adalah polusi di samping faktor-faktor yang lain.
2. Polusi
Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Undang-undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982).
Zat atau bahan yang dapat mengakibatkan pencemaran disebut polutan. Syarat-syarat suatu zat disebut polutan bila keberadaannya dapat menyebabkan kerugian terhadap makhluk hidup. Contohnya, karbon dioksida dengan kadar 0,033% di udara berfaedah bagi tumbuhan, tetapi bila lebih tinggi dari 0,033% dapat rnemberikan efek merusak.
Suatu zat dapat disebut polutan apabila:
1. jumlahnya melebihi jumlah
normal
2. berada pada waktu yang tidak
tepat
3. berada pada tempat yang tidak
tepat
Gbr. Lingkungan Dikelilingi Polusi
Sifat polutan adalah:
1. merusak untuk sementara, tetapi bila telah bereaksi dengan zat
lingkungan tidak merusak lagi
2. merusak dalam jangka waktu lama.
Contohnya Pb tidak merusak bila konsentrasinya rendah. Akan tetapi
dalam jangka waktu yang lama, Pb dapat terakumulasi dalam tubuh
sampai tingkat yang merusak.
Macam-macam Pencemaran
Macam-macam pencemaran dapat dibedakan berdasarkan pada tempat terjadinya, macam bahan pencemarnya, dan tingkat pencemaran.
a. Menurut tempat terjadinya
Menurut tempat terjadinya, pencemaran dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu pencemaran udara, air, dan tanah.
1. Pencemaran udara
Pencemar udara dapat berupa gas dan partikel. Contohnya sebagai berikut.
a. Gas HzS. Gas ini bersifat racun, terdapat di kawasan gunung berapi,
bisa juga dihasilkan dari pembakaran minyak bumi dan batu bara.
b. Gas CO dan COz. Karbon monoksida (CO) tidak berwarna dan tidak
berbau, bersifat racun, merupakan hash pembakaran yang tidak
sempurna dari bahan buangan mobil dan mesin letup. Gas COZ dalam
udara murni berjumlah 0,03%. Bila melebihi toleransi dapat meng-
ganggu pernapasan. Selain itu, gas C02 yang terlalu berlebihan di
bumi dapat mengikat panas matahari sehingga suhu bumi panas.
Pemanasan global di bumi akibat C02 disebut juga sebagai efek rumah
kaca.
c. Partikel SOZ dan NO2. Kedua partikel ini bersama dengan partikel cair
membentuk embun, membentuk awan dekat tanah yang dapat
mengganggu pernapasan. Partikel padat, misalnya bakteri, jamur,
virus, bulu, dan tepung sari juga dapat mengganggu kesehatan.
d. Batu bara yang mengandung sulfur melalui pembakaran akan meng-
hasilkan sulfur dioksida. Sulfur dioksida ber$ama dengan udara serta
oksigen dan sinar matahari dapat menghasilkan asam sulfur. Asam ini
membentuk kabut dan suatu saat akan jatuh sebagai hujan yang
disebut hujan asam. Hujan asam dapat menyebabkan gangguan pada
manusia, hewan, maupun tumbuhan. Misalnya gangguan pernapasan,
perubahan morfologi pada daun, batang, dan benih.
Sumber polusi udara lain dapat berasal dari radiasi bahan radioaktif, misalnya, nuklir. Setelah peledakan nuklir, materi radioaktif masuk ke dalam atmosfer dan jatuh di bumi. materi radioaktif ini akan terakumulusi di tanah, air, hewan, tumbuhan, dan juga pada manusia. Efek pencemaran nuklir terhadap makhluk hidup, dalam taraf tertentu, dapat menyebabkan mutasi, berbagai penyakit akibat kelainan gen, dan bahkan kematian.
Pencemaran udara dinyatakan dengan ppm (part per million) yang artinya jumlah cm3 polutan per m3 udara.
2. Pencemaran air
Polusi air dapat disebabkan oleh beberapa jenis pencemar sebagai berikut.
a. Pembuangan limbah industri, sisa insektisida, dan pembuangan
sampah domestik, misalnya, sisa detergen mencemari air. Buangan
industri seperti Pb, Hg, Zn, dan CO, dapat terakumulasi dan bersifat
racun.
b. Sampah organik yang dibusukkan oleh bakteri menyebabkan 02 di air
berkurang sehingga mengganggu aktivitas kehidupan organisme air.
c. Fosfat hasil pembusukan bersama h03 dan pupuk pertanian
terakumulasi dan menyebabkan eutrofikasi, yaitu penimbunan mineral
yang menyebabkan pertumbuhan yang cepat pada alga (Blooming
alga). Akibatnya, tanaman di dalam air tidak dapat berfotosintesis
karena sinar matahari terhalang.
Salah satu bahan pencemar di laut ada lah tumpahan minyak bumi, akibat kecelakaan kapal tanker minyak yang sering terjadi. Banyak organisme akuatik yang mati atau keracunan karenanya. (Untuk membersihkan kawasan tercemar diperlukan koordinasi dari berbagai pihak dan dibutuhkan biaya yang mahal. Bila terlambat penanggulangan-nya, kerugian manusia semakin banyak. Secara ekologis, dapat mengganggu ekosistem laut.
Bila terjadi pencemaran di air, maka terjadi akumulasi zat pencemar pada tubuh organisme air. Akumulasi pencemar ini semakin meningkat pada organisme pemangsa yang lebih besar.
3. Pencemaran tanah
Pencemaran tanah disebabkan oleh beberapa jenis pencemaran berikut ini :
a. sampah-sampah pla.stik yang sukar hancur, botol, karet sintesis,
pecahan kaca, dan kaleng
b. detergen yang bersifat non bio degradable (secara alami sulit
diuraikan)
c. zat kimia dari buangan pertanian, misalnya insektisida.
4. Polusi suara
Polusi suara disebabkan oleh suara bising kendaraan bermotor, kapal terbang, deru mesin pabrik, radio/tape recorder yang berbunyi keras sehingga mengganggu pendengaran.
b. Menurut macam bahan pencemar
Macam bahan pencemar adalah sebagai berikut.
1. Kimiawi; berupa zat radio aktif, logam (Hg, Pb, As, Cd, Cr dan Hi),
pupuk anorganik, pestisida, detergen dan minyak.
2. Biologi; berupa mikroorganisme, misalnya Escherichia coli, Entamoeba
coli, dan Salmonella thyposa.
3. Fisik; berupa kaleng-kaleng, botol, plastik, dan karet.
c. Menurut tingkat pencemaran
Menurut WHO, tingkat pencemaran didasarkan pada kadar zat pencemar dan waktu (lamanya) kontak. Tingkat pencemaran dibedakan menjadi 3, yaitu sebagai berikut :
1. Pencemaran yang mulai mengakibatkan iritasi (gangguan) ringan pada
panca indra dan tubuh serta telah menimbulkan kerusakan pada
ekosistem lain. Misalnya gas buangan kendaraan bermotor yang
menyebabkan mata pedih.
2. Pencemaran yang sudah mengakibatkan reaksi pada faal tubuh dan
menyebabkan sakit yang kronis. Misalnya pencemaran Hg (air raksa)
di Minamata Jepang yang menyebabkan kanker dan lahirnya bayi
cacat.
3. Pencemaran yang kadar zat-zat pencemarnya demikian besarnya
sehingga menimbulkan gangguan dan sakit atau kematian dalam
lingkungan. Misalnya pencemaran nuklir.
2. Parameter Pencemaran
Dengan mengetahui beberapa parameter yang ads pads daerah/kawasan penelitian akan dapat diketahui tingkat pencemaran atau apakah lingkungan itu sudah terkena pencemaran atau belum. Paramaterparameter yang merupakan indikator terjadinya pencemaran adalah sebagai berikut :
a. Parameter kimia
Parameter kimia meliputi C02, pH, alkalinitas, fosfor, dan logam-logam
berat.
b. Parameter biokimia
Parameter biokimia meliputi BOD (Biochemical Oxygen Demand), yaitu
jumlah oksigen dalam air. Cars pengukurannya adalah dengan
menyimpan sampel air yang telah diketahui kandungan oksigennya
selama 5 hari. Kemudian kadar oksigennya diukur lagi. BOD digunakan
untuk mengukur banyaknya pencemar organik.
Menurut menteri kesehatan, kandungan oksigen dalam air minum atau BOD tidak boleh kurang dari 3 ppm.
c. Parameter fisik
Parameter fisik meliputi temperatur, warna, rasa, bau, kekeruhan, dan radioaktivitas.
d. Parameter biologi
Parameter biologi meliputi ada atau tidaknya mikroorganisme, misalnya, bakteri coli, virus, bentos, dan plankton.
3. Perubahan Lingkungan
Perubahan lingkungan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Perubahan yang terjadi pada lingkungan hidup manusia menyebabkan adanya gangguan terhadap keseimbangan karena sebagian dari komponen lingkungan menjadi berkurang fungsinya. Perubahan lingkungan dapat terjadi karena campur tangan manusia dan dapat pula karena faktor alami. Dampak dari perubahannya belum tentu sama, namun akhirnya manusia juga yang mesti memikul serta mengatasinya.
1. Perubahan Lingkungan karena Campur Tangan Manusia
Perubahan lingkungan karena campur tangan manusia contohnya penebangan hutan, pembangunan pemukiman, dan penerapan intensifikasi pertanian.
Penebangan hutan yang liar mengurangi fungsi hutan sebagai penahan air. Akibatnya, daya dukung hutan menjadi berkurang. Selain itu, penggundulan hutan dapat menyebabkan terjadi banjir dan erosi. Akibat lain adalah munculnya harimau, babi hutan, dan ular di tengah pemukiman manusia karena semakin sempitnya habitat hewan-hewan tersebut. Lihat Gambar 8.8.
Pembangungan pemukiman pada daerah-daerah yang subur merupakan salah satu tuntutan kebutuhan akan pagan. Semakin padat populasi manusia, lahan yang semula produktif menjadi tidak atau kurang produktif.
Pembangunan jalan kampung dan desa dengan cara betonisasi mengakibatkan air sulit meresap ke dalam tanah. Sebagai akibatnya, bila hujan lebat memudahkan terjadinya banjir. Selain itu, tumbuhan di sekitamya menjadi kekurangan air sehingga tumbuhan tidak efektif melakukan fotosintesis. Akibat lebih lanjut, kita merasakan pangs akibat tumbuhan tidak secara optimal memanfaatkan CO2, peran tumbuhan sebagai produsen terhambat.
Penerapan intensifikasi pertanian dengan cara panca usaha tani, di satu sisi meningkatkan produksi, sedangkan di sisi lain bersifat merugikan. Misalnya, penggunaan pupuk dan pestisida dapat menyebabkan pencemaran. Contoh lain pemilihan bibit unggul sehingga dalam satu kawasan lahan hanya ditanami satu macam tanaman, disebut pertanian tipe monokultur, dapat mengurangi keanekaragaman sehingga keseimbangan ekosistem sulit untuk diperoleh. Ekosistem dalam keadaan tidak stabil. Dampak yang lain akibat penerapan tipe ini adalah terjadinya ledakan hama.
2. Perubahan Lingkungan karena Faktor Alam
Perubahan lingkungan secara alami disebabkan oleh bencana alam. Bencana alam seperti kebakaran hutan di musim kemarau menyebabkan kerusakan dan matinya organisme di hutan tersebut. Selain itu, terjadinya letusan gunung menjadikan kawasan di sekitarnya rusak.
4. Pengelolaan Lingkungan
Sehubungan dengan pemanfaatan sumber daya alam, agar lingkungan tetap lestari, harus diperhatikan tatanan/tata cara lingkungan itu sendiri. Dalam hal ini manusialah yang paling tepat sebagai pengelolanya karena manusia memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan organisme lain. Manusia mampu merombak, memperbaiki, dan mengkondisikan lingkungan seperti yang dikehendakinya, seperti:
1. manusia mampu berpikir serta meramalkan keadaan yang akan
datang
2. manusia memiliki ilmu dan teknologi
3. manusia memiliki akal dan budi se hingga dapat memilih hal-hal yang
baik.
Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan, dan pengembangan lingkungan hidup.
Pengelolaan ini mempunyai tujuan sebagai berikut.
1. Mencapai kelestarian hubungan manusia dengan lingkungan hidup
sebagai tujuan membangun manusia seutuhnya.
2. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya secara bijaksana.
3. Mewujudkan manusia sebagai pembina lingkungan hidup.
4. Melaksanakan pembangunan berwawasan lingkungan untuk
kepentingan generasi sekarang dan mendatang.
Melindungi negara terhadap dampak kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan.
Melalui penerapan pengelolaan lingkungan hidup akan terwujud kedinamisan dan harmonisasi antara manusia dengan lingkungannya.
Untuk mencegah dan menghindari tindakan manusia yang bersifat kontradiksi dari hal-hal tersebut di atas, pemerintah telah menetapkan kebijakan melalui Undang-undang Lingkungan Hidup.
Undang-undang lingkungan hidup
Undang-undang tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup disahkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 11 Maret 1982. Undang-undang ini berisi 9 Bab terdiri dari 24 pasal. Undang-undang lingkungan hidup bertujuan mencegah kerusakan lingkungan, meningkatkan kualitas lingkungan hidup, dan menindak pelanggaran-pelanggaran yang menyebabkan rusaknya lingkungan.
Undang-undang lingkungan hidup antara lain berisi hak, kewajiban, wewenang dan ketentuan pidana yang meliputi berikut ini.
1. Setiap orang mempunyai hak atas ling kungan hidup yang balk dan
sehat.
2. Setiap orang berkewajiban memelihara lingkungan dan mencegah
serta menanggulangi kerusakan dan pencemaran lingkungan
3. Setiap orang mempunyai hak untuk berperan serta dalam rangka
pengelolaan lingkungan hidup. Peran serta tersebut diatur dengan
perundang-undangan.
4. Barang siapa yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya
melakukan perbuatan yang menyebabkan rusaknya lingkungan hidup
atau tercemamya lingkungan hidup diancam pidana penjara atau
denda.
Upaya pengelolaan yang telah digalakkan dan undang-undang yang telah dikeluarkan belumlah berarti tanpa didukung adanya kesadaran manusia akan arti penting lingkungan dalam rangka untuk meningkatkan kualitas lingkungan serta kesadaran bahwa lingkungan yang ada saat ini merupakan titipan dari generasi yang akan datang.
Upaya pengelolaan limbah yang saat ini tengah digalakkan adalah pendaurulangan atau recycling. Dengan daur ulang dimungkinkan pemanfaatan sampah, misalnya plastik, aluminium, dan kertas menjadi barang-barang yang bermanfaat.
Usaha lain dalam mengurangi polusi adalah memanfaatkan tenaga surya. Tenaga panas matahari disimpan dalam sel-sel solar untuk kemudian dimanfaatkan dalam keperluan memasak, memanaskan ruangan, dan tenaga gerak. Tenaga surya ini tidak menimbulkan polusi.
Selain tenaga surya, tenaga angin dapat pula digunakan sebagai sumber energi dengan menggunakan kincir-kincir angin.
Di beberapa negara maju telah banyak dilakukan pemisahan sampah organik dan anorganik untuk keperluan daur ulang. Dalam tiap rumah tangga terdapat tempat sampah yang berwarna-warni sesuai peruntukkannya.
Lingkungan
1. Keseimbangan Lingkungan
Definisi lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya.
Komponen lingkungan terdiri dari faktor abiotik (tanah, air, udara, cuaca, suhu) dan faktor biotik (tumbuhan dan hewan, termasuk manusia).
Lingkungan hidup balk faktor biotik maupun abiotik berpengaruh dan dipengaruhi manusia. Segala yang ada pada lingkungan dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia, karena lingkungan memiliki daya dukung. Daya dukung lingkungannya adalah kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Dalam kondisi alami, lingkungan dengan segala keragaman interaksi yang ada mampu untuk menyeimbangkan keadaannya. Namun tidak tertutup kemungkinan, kondisi demikian dapat berubah oleh campur tangan manusia dengan segala aktivitas pemenuhan kebutuhan yang terkadang melampaui Batas.
Keseimbangan lingkungan secara alami dapat berlangsung karena beberapa hal, yaitu komponen-komponen yang ada terlibat dalam aksi-reaksi dan berperan sesuai kondisi keseimbangan, pemindahan energi (arus energi), dan siklus biogeokimia dapat berlangsung. Keseimbangan lingkungan dapat terganggu bila terjadi perubahan berupa pengurangan fungsi dari komponen atau hilangnya sebagian komponen yang dapat menyebabkan putusnya mata rantai dalam ekosistem. Salah satu faktor penyebab gangguan adalah polusi di samping faktor-faktor yang lain.
2. Polusi
Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Undang-undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982).
Zat atau bahan yang dapat mengakibatkan pencemaran disebut polutan. Syarat-syarat suatu zat disebut polutan bila keberadaannya dapat menyebabkan kerugian terhadap makhluk hidup. Contohnya, karbon dioksida dengan kadar 0,033% di udara berfaedah bagi tumbuhan, tetapi bila lebih tinggi dari 0,033% dapat rnemberikan efek merusak.
Suatu zat dapat disebut polutan apabila:
1. jumlahnya melebihi jumlah
normal
2. berada pada waktu yang tidak
tepat
3. berada pada tempat yang tidak
tepat
Gbr. Lingkungan Dikelilingi Polusi
Sifat polutan adalah:
1. merusak untuk sementara, tetapi bila telah bereaksi dengan zat
lingkungan tidak merusak lagi
2. merusak dalam jangka waktu lama.
Contohnya Pb tidak merusak bila konsentrasinya rendah. Akan tetapi
dalam jangka waktu yang lama, Pb dapat terakumulasi dalam tubuh
sampai tingkat yang merusak.
Macam-macam Pencemaran
Macam-macam pencemaran dapat dibedakan berdasarkan pada tempat terjadinya, macam bahan pencemarnya, dan tingkat pencemaran.
a. Menurut tempat terjadinya
Menurut tempat terjadinya, pencemaran dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu pencemaran udara, air, dan tanah.
1. Pencemaran udara
Pencemar udara dapat berupa gas dan partikel. Contohnya sebagai berikut.
a. Gas HzS. Gas ini bersifat racun, terdapat di kawasan gunung berapi,
bisa juga dihasilkan dari pembakaran minyak bumi dan batu bara.
b. Gas CO dan COz. Karbon monoksida (CO) tidak berwarna dan tidak
berbau, bersifat racun, merupakan hash pembakaran yang tidak
sempurna dari bahan buangan mobil dan mesin letup. Gas COZ dalam
udara murni berjumlah 0,03%. Bila melebihi toleransi dapat meng-
ganggu pernapasan. Selain itu, gas C02 yang terlalu berlebihan di
bumi dapat mengikat panas matahari sehingga suhu bumi panas.
Pemanasan global di bumi akibat C02 disebut juga sebagai efek rumah
kaca.
c. Partikel SOZ dan NO2. Kedua partikel ini bersama dengan partikel cair
membentuk embun, membentuk awan dekat tanah yang dapat
mengganggu pernapasan. Partikel padat, misalnya bakteri, jamur,
virus, bulu, dan tepung sari juga dapat mengganggu kesehatan.
d. Batu bara yang mengandung sulfur melalui pembakaran akan meng-
hasilkan sulfur dioksida. Sulfur dioksida ber$ama dengan udara serta
oksigen dan sinar matahari dapat menghasilkan asam sulfur. Asam ini
membentuk kabut dan suatu saat akan jatuh sebagai hujan yang
disebut hujan asam. Hujan asam dapat menyebabkan gangguan pada
manusia, hewan, maupun tumbuhan. Misalnya gangguan pernapasan,
perubahan morfologi pada daun, batang, dan benih.
Sumber polusi udara lain dapat berasal dari radiasi bahan radioaktif, misalnya, nuklir. Setelah peledakan nuklir, materi radioaktif masuk ke dalam atmosfer dan jatuh di bumi. materi radioaktif ini akan terakumulusi di tanah, air, hewan, tumbuhan, dan juga pada manusia. Efek pencemaran nuklir terhadap makhluk hidup, dalam taraf tertentu, dapat menyebabkan mutasi, berbagai penyakit akibat kelainan gen, dan bahkan kematian.
Pencemaran udara dinyatakan dengan ppm (part per million) yang artinya jumlah cm3 polutan per m3 udara.
2. Pencemaran air
Polusi air dapat disebabkan oleh beberapa jenis pencemar sebagai berikut.
a. Pembuangan limbah industri, sisa insektisida, dan pembuangan
sampah domestik, misalnya, sisa detergen mencemari air. Buangan
industri seperti Pb, Hg, Zn, dan CO, dapat terakumulasi dan bersifat
racun.
b. Sampah organik yang dibusukkan oleh bakteri menyebabkan 02 di air
berkurang sehingga mengganggu aktivitas kehidupan organisme air.
c. Fosfat hasil pembusukan bersama h03 dan pupuk pertanian
terakumulasi dan menyebabkan eutrofikasi, yaitu penimbunan mineral
yang menyebabkan pertumbuhan yang cepat pada alga (Blooming
alga). Akibatnya, tanaman di dalam air tidak dapat berfotosintesis
karena sinar matahari terhalang.
Salah satu bahan pencemar di laut ada lah tumpahan minyak bumi, akibat kecelakaan kapal tanker minyak yang sering terjadi. Banyak organisme akuatik yang mati atau keracunan karenanya. (Untuk membersihkan kawasan tercemar diperlukan koordinasi dari berbagai pihak dan dibutuhkan biaya yang mahal. Bila terlambat penanggulangan-nya, kerugian manusia semakin banyak. Secara ekologis, dapat mengganggu ekosistem laut.
Bila terjadi pencemaran di air, maka terjadi akumulasi zat pencemar pada tubuh organisme air. Akumulasi pencemar ini semakin meningkat pada organisme pemangsa yang lebih besar.
3. Pencemaran tanah
Pencemaran tanah disebabkan oleh beberapa jenis pencemaran berikut ini :
a. sampah-sampah pla.stik yang sukar hancur, botol, karet sintesis,
pecahan kaca, dan kaleng
b. detergen yang bersifat non bio degradable (secara alami sulit
diuraikan)
c. zat kimia dari buangan pertanian, misalnya insektisida.
4. Polusi suara
Polusi suara disebabkan oleh suara bising kendaraan bermotor, kapal terbang, deru mesin pabrik, radio/tape recorder yang berbunyi keras sehingga mengganggu pendengaran.
b. Menurut macam bahan pencemar
Macam bahan pencemar adalah sebagai berikut.
1. Kimiawi; berupa zat radio aktif, logam (Hg, Pb, As, Cd, Cr dan Hi),
pupuk anorganik, pestisida, detergen dan minyak.
2. Biologi; berupa mikroorganisme, misalnya Escherichia coli, Entamoeba
coli, dan Salmonella thyposa.
3. Fisik; berupa kaleng-kaleng, botol, plastik, dan karet.
c. Menurut tingkat pencemaran
Menurut WHO, tingkat pencemaran didasarkan pada kadar zat pencemar dan waktu (lamanya) kontak. Tingkat pencemaran dibedakan menjadi 3, yaitu sebagai berikut :
1. Pencemaran yang mulai mengakibatkan iritasi (gangguan) ringan pada
panca indra dan tubuh serta telah menimbulkan kerusakan pada
ekosistem lain. Misalnya gas buangan kendaraan bermotor yang
menyebabkan mata pedih.
2. Pencemaran yang sudah mengakibatkan reaksi pada faal tubuh dan
menyebabkan sakit yang kronis. Misalnya pencemaran Hg (air raksa)
di Minamata Jepang yang menyebabkan kanker dan lahirnya bayi
cacat.
3. Pencemaran yang kadar zat-zat pencemarnya demikian besarnya
sehingga menimbulkan gangguan dan sakit atau kematian dalam
lingkungan. Misalnya pencemaran nuklir.
2. Parameter Pencemaran
Dengan mengetahui beberapa parameter yang ads pads daerah/kawasan penelitian akan dapat diketahui tingkat pencemaran atau apakah lingkungan itu sudah terkena pencemaran atau belum. Paramaterparameter yang merupakan indikator terjadinya pencemaran adalah sebagai berikut :
a. Parameter kimia
Parameter kimia meliputi C02, pH, alkalinitas, fosfor, dan logam-logam
berat.
b. Parameter biokimia
Parameter biokimia meliputi BOD (Biochemical Oxygen Demand), yaitu
jumlah oksigen dalam air. Cars pengukurannya adalah dengan
menyimpan sampel air yang telah diketahui kandungan oksigennya
selama 5 hari. Kemudian kadar oksigennya diukur lagi. BOD digunakan
untuk mengukur banyaknya pencemar organik.
Menurut menteri kesehatan, kandungan oksigen dalam air minum atau BOD tidak boleh kurang dari 3 ppm.
c. Parameter fisik
Parameter fisik meliputi temperatur, warna, rasa, bau, kekeruhan, dan radioaktivitas.
d. Parameter biologi
Parameter biologi meliputi ada atau tidaknya mikroorganisme, misalnya, bakteri coli, virus, bentos, dan plankton.
3. Perubahan Lingkungan
Perubahan lingkungan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Perubahan yang terjadi pada lingkungan hidup manusia menyebabkan adanya gangguan terhadap keseimbangan karena sebagian dari komponen lingkungan menjadi berkurang fungsinya. Perubahan lingkungan dapat terjadi karena campur tangan manusia dan dapat pula karena faktor alami. Dampak dari perubahannya belum tentu sama, namun akhirnya manusia juga yang mesti memikul serta mengatasinya.
1. Perubahan Lingkungan karena Campur Tangan Manusia
Perubahan lingkungan karena campur tangan manusia contohnya penebangan hutan, pembangunan pemukiman, dan penerapan intensifikasi pertanian.
Penebangan hutan yang liar mengurangi fungsi hutan sebagai penahan air. Akibatnya, daya dukung hutan menjadi berkurang. Selain itu, penggundulan hutan dapat menyebabkan terjadi banjir dan erosi. Akibat lain adalah munculnya harimau, babi hutan, dan ular di tengah pemukiman manusia karena semakin sempitnya habitat hewan-hewan tersebut. Lihat Gambar 8.8.
Pembangungan pemukiman pada daerah-daerah yang subur merupakan salah satu tuntutan kebutuhan akan pagan. Semakin padat populasi manusia, lahan yang semula produktif menjadi tidak atau kurang produktif.
Pembangunan jalan kampung dan desa dengan cara betonisasi mengakibatkan air sulit meresap ke dalam tanah. Sebagai akibatnya, bila hujan lebat memudahkan terjadinya banjir. Selain itu, tumbuhan di sekitamya menjadi kekurangan air sehingga tumbuhan tidak efektif melakukan fotosintesis. Akibat lebih lanjut, kita merasakan pangs akibat tumbuhan tidak secara optimal memanfaatkan CO2, peran tumbuhan sebagai produsen terhambat.
Penerapan intensifikasi pertanian dengan cara panca usaha tani, di satu sisi meningkatkan produksi, sedangkan di sisi lain bersifat merugikan. Misalnya, penggunaan pupuk dan pestisida dapat menyebabkan pencemaran. Contoh lain pemilihan bibit unggul sehingga dalam satu kawasan lahan hanya ditanami satu macam tanaman, disebut pertanian tipe monokultur, dapat mengurangi keanekaragaman sehingga keseimbangan ekosistem sulit untuk diperoleh. Ekosistem dalam keadaan tidak stabil. Dampak yang lain akibat penerapan tipe ini adalah terjadinya ledakan hama.
2. Perubahan Lingkungan karena Faktor Alam
Perubahan lingkungan secara alami disebabkan oleh bencana alam. Bencana alam seperti kebakaran hutan di musim kemarau menyebabkan kerusakan dan matinya organisme di hutan tersebut. Selain itu, terjadinya letusan gunung menjadikan kawasan di sekitarnya rusak.
4. Pengelolaan Lingkungan
Sehubungan dengan pemanfaatan sumber daya alam, agar lingkungan tetap lestari, harus diperhatikan tatanan/tata cara lingkungan itu sendiri. Dalam hal ini manusialah yang paling tepat sebagai pengelolanya karena manusia memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan organisme lain. Manusia mampu merombak, memperbaiki, dan mengkondisikan lingkungan seperti yang dikehendakinya, seperti:
1. manusia mampu berpikir serta meramalkan keadaan yang akan
datang
2. manusia memiliki ilmu dan teknologi
3. manusia memiliki akal dan budi se hingga dapat memilih hal-hal yang
baik.
Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan, dan pengembangan lingkungan hidup.
Pengelolaan ini mempunyai tujuan sebagai berikut.
1. Mencapai kelestarian hubungan manusia dengan lingkungan hidup
sebagai tujuan membangun manusia seutuhnya.
2. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya secara bijaksana.
3. Mewujudkan manusia sebagai pembina lingkungan hidup.
4. Melaksanakan pembangunan berwawasan lingkungan untuk
kepentingan generasi sekarang dan mendatang.
Melindungi negara terhadap dampak kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan.
Melalui penerapan pengelolaan lingkungan hidup akan terwujud kedinamisan dan harmonisasi antara manusia dengan lingkungannya.
Untuk mencegah dan menghindari tindakan manusia yang bersifat kontradiksi dari hal-hal tersebut di atas, pemerintah telah menetapkan kebijakan melalui Undang-undang Lingkungan Hidup.
Undang-undang lingkungan hidup
Undang-undang tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup disahkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 11 Maret 1982. Undang-undang ini berisi 9 Bab terdiri dari 24 pasal. Undang-undang lingkungan hidup bertujuan mencegah kerusakan lingkungan, meningkatkan kualitas lingkungan hidup, dan menindak pelanggaran-pelanggaran yang menyebabkan rusaknya lingkungan.
Undang-undang lingkungan hidup antara lain berisi hak, kewajiban, wewenang dan ketentuan pidana yang meliputi berikut ini.
1. Setiap orang mempunyai hak atas ling kungan hidup yang balk dan
sehat.
2. Setiap orang berkewajiban memelihara lingkungan dan mencegah
serta menanggulangi kerusakan dan pencemaran lingkungan
3. Setiap orang mempunyai hak untuk berperan serta dalam rangka
pengelolaan lingkungan hidup. Peran serta tersebut diatur dengan
perundang-undangan.
4. Barang siapa yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya
melakukan perbuatan yang menyebabkan rusaknya lingkungan hidup
atau tercemamya lingkungan hidup diancam pidana penjara atau
denda.
Upaya pengelolaan yang telah digalakkan dan undang-undang yang telah dikeluarkan belumlah berarti tanpa didukung adanya kesadaran manusia akan arti penting lingkungan dalam rangka untuk meningkatkan kualitas lingkungan serta kesadaran bahwa lingkungan yang ada saat ini merupakan titipan dari generasi yang akan datang.
Upaya pengelolaan limbah yang saat ini tengah digalakkan adalah pendaurulangan atau recycling. Dengan daur ulang dimungkinkan pemanfaatan sampah, misalnya plastik, aluminium, dan kertas menjadi barang-barang yang bermanfaat.
Usaha lain dalam mengurangi polusi adalah memanfaatkan tenaga surya. Tenaga panas matahari disimpan dalam sel-sel solar untuk kemudian dimanfaatkan dalam keperluan memasak, memanaskan ruangan, dan tenaga gerak. Tenaga surya ini tidak menimbulkan polusi.
Selain tenaga surya, tenaga angin dapat pula digunakan sebagai sumber energi dengan menggunakan kincir-kincir angin.
Di beberapa negara maju telah banyak dilakukan pemisahan sampah organik dan anorganik untuk keperluan daur ulang. Dalam tiap rumah tangga terdapat tempat sampah yang berwarna-warni sesuai peruntukkannya.
Senin, 15 Maret 2010
Ciri2 Air Tercemar itu gimana sih Cuy?
Air Yang Tercemar itu biasanya
-Bau, Bau busuk Tentunya, Kalau Wangi Itu Parfum, Tapi Ada juga Air tercemar yang wangi ya itu tadi, mungkin Airnya tercemar oleh Parfum, pokoknya bila anda tidak menjadikan Air busuk itu Parfum brarti Air itu tercemar.
-berubah Warna, atau Tidak Bening biasanya Tercemar, tapi Tercemarnya Terbagi menjadi 2 golongan, Yaitu Tercemar yang bisa diminum dan tidak bisa diminum,
Yang Bisa diminum pabila airnya tercemar oleh Segar sari atau Extra joss atau Kuku bima, tercemar namun nikmat disantap dikala habis berolahraga atau memanjat gunung.
Yang tidak bisa diminum biasanya tercemar oleh kotoran2, seperti Ee, atau sampah, atau limbah, daerah ini danger biasanya sungai2 dan kubangan kecil, dan ingat jangan sekali2 memancing di air kubangan. lha?
-Mengandung virus atau bakteri atau Racun yang berbahaya, nah kalau sudah ini, bila diminum saya tidak tanggung jawab
-Air musta'mal, yaitu Air yang Tercemari dengan air yang sudah di pake berwudhu, dengan ukuran tidak mencapai 2 kullah, air ini tidak bisa di pake buat berwudhu lage, bersuci dan mandi wajib, lho? koq malah ke Fiqih Agama, tapi ga pa2 Yaaa itung2 pengetahuan lah.
-Bau, Bau busuk Tentunya, Kalau Wangi Itu Parfum, Tapi Ada juga Air tercemar yang wangi ya itu tadi, mungkin Airnya tercemar oleh Parfum, pokoknya bila anda tidak menjadikan Air busuk itu Parfum brarti Air itu tercemar.
-berubah Warna, atau Tidak Bening biasanya Tercemar, tapi Tercemarnya Terbagi menjadi 2 golongan, Yaitu Tercemar yang bisa diminum dan tidak bisa diminum,
Yang Bisa diminum pabila airnya tercemar oleh Segar sari atau Extra joss atau Kuku bima, tercemar namun nikmat disantap dikala habis berolahraga atau memanjat gunung.
Yang tidak bisa diminum biasanya tercemar oleh kotoran2, seperti Ee, atau sampah, atau limbah, daerah ini danger biasanya sungai2 dan kubangan kecil, dan ingat jangan sekali2 memancing di air kubangan. lha?
-Mengandung virus atau bakteri atau Racun yang berbahaya, nah kalau sudah ini, bila diminum saya tidak tanggung jawab
-Air musta'mal, yaitu Air yang Tercemari dengan air yang sudah di pake berwudhu, dengan ukuran tidak mencapai 2 kullah, air ini tidak bisa di pake buat berwudhu lage, bersuci dan mandi wajib, lho? koq malah ke Fiqih Agama, tapi ga pa2 Yaaa itung2 pengetahuan lah.
Program yang Dicanangkan MENLH
Program Adiwiyata
Adiwiyata adalah tempat yang baik dan ideal dimana dapat diperoleh segala ilmu pengetahuan dan berbagai norma serta etika yang dapat menjadi dasar manusia menuju terciptanya kesejahteraan hidup kita dan menuju kepada cita-cita pembangunan berkelanjutan.
Tujuan program Adiwiyata Menciptakan kondisi yang baik bagi sekolah untuk menjadi tempat pembelajaran dan penyadaran warga sekolah, sehingga dikemudian hari warga sekolah tersebut dapat turut bertanggung jawab dalam upaya-upaya penyelamatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan.
Program Agro Industri
Berdasarkan Pasal 102 butir b Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 01 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan (Deputi II) mempunyai tugas pokok melaksanakan pengendalian, pemantauan, pengawasan penaatan, analisis dan evaluasi serta pelaporan di bidang pengendalian pencemaran lingkungan.
Sesuai dengan tugas pokok tersebut, Asdep 3/II menjalankan fungsi :
1.Perumusan kebijakan di bidang pengendalian pencemaran sumber agro industri.
2.Pelaksanaan pemantauan dan pengawasan penaatan, analisis dan evaluasi serta pelaporan.
3.Pelaksanaan koordinasi pemantauan dan pengawasan penaatan oleh pemerintah daerah.
Strategi Pelaksanaan
1.Menurunkan beban pencemaran dari sumber agro industri;
2.Menyiapkan peraturan perundangan pengendalian pencemaran lingkungan;
3.Meningkatkan peran aktif mitra strategis dalam pengendalian pencemaran lingkungan;
4.Meningkatkan pemahaman dan aksesibilitas masyarakat terhadap informasi pengendalian pencemaran lingkungan;
5.Meningkatkan kualitas SDM dalam pengendalian pencemaran.
Program Adipura
Adipura, merupakan salah satu upaya menangani limbah padat domestic di perkotaan. Dalam perkembangannya, lingkup kerja Program Adipura difokuskan pada upaya untuk mendorong kota-kota di Indonesia menjadi kota “ Bersih & Hijau “. Ada dua kegiatan pokok dalam penanganan limbah domestik dan ruang terbuka hijau di perkotaan, yaitu :
(1) Memantau dan mengevaluasi kinerja pengelolaan lingkungan perkotaan berdasarkan pedoman dan kriteria yang ditetapkan untuk menentukan peringkat kinerja kota;
(2) Meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam pengelolaan lingkungan perkotaan.
Pemantauan dan evaluasi kinerja didasarkan pada kriteria Adipura yang meliputi aspek-aspek:
(a) Pengelolaan sampah,
(b) Pengelolaan ruang terbuka hijau (RTH),
(c) Pengelolaan kebersihan perairan terbuka dari sampah.
Diharapkan melalui Program ini setiap daerah dapat mendayagunakan seluruh kemampuannya melalui dukungan dari segenap segmen masyarakat untuk secara bersama-sama mengatasi permasalahan lingkungan hidup perkotaan. Hasil Pelaksanaan Program Adipura yang telah dicapai sejak dicanangkan hingga pada tahun ketujuh. Adipura 2008/2009, sedikit banyak telah memberikan motivasi dan dorongan kepada pemerintah daerah untuk menerapkan prinsip-prinsip good environmental governance .
Pada tahun ketujuh pelaksanaan Program Adipura di Regional Sumapapua, yakni tahun 2008-2009, jumlah kabupaten/kota yang mengikuti program ini mencapai 73 kota dari 125 Kabupaten/Kota terdiri dari 1 kota Metropolitan, kota sedang 13, kota kecil 58, sebagaimana data terlampir.
Program Amdal
AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan (Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
Guna Amdal :
• Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah
• Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan
• Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan
• Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
• Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan
• Prosedur Amdal
• Proses penapisan (screening) wajib AMDAL
• Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat
• Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL (scoping)
• Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL Proses penapisan atau kerap juga disebut proses seleksi kegiatan wajib AMDAL, yaitu menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak.
Program Bahan Berbahaya dan Beracun
Program Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Nasional
Indonesia telah meratifikasi Kovensi Keanekaragaman Hayati dalam bentuk Undang-Undang No. 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati. Sesuai dengan mandat yang tercantum dalam pasal 18 (3) dari Konvensi tersebut maka Kementerian Lingkungan Hidup sebagai National Focal Point dari Konvensi Keanekaragaman Hayati membangun Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Indonesia berbasis internet.
Balai Kliring Keanekaragaman Hayati mempunyai misi untuk :
• mempromosikan dan memfasilitasi kerjasama teknis dan ilmiah
• mengembangkan mekanisme global untuk pertukaran dan integrasi informasi
• mengembangkan jejaring
Program Diklat Lingkungan
Pendidikan dan pelatihan lingkungan hidup memiliki peranan yang sangat penting dan strategis dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia (SDM) bidang lingkungan hidup. Melalui pendekatan metode Androgogi dan peninjauan lapangan yang dilaksanakan oleh Pusat pendidikan dan pelatihan (PUSDIKLAT) diharapkan memberikan perubahan perilaku serta sikap positif terwujudnya pelestarian lingkungan hidup yang melaksanakan prinsip pembangunan berkelanjutan. Pusdiklat Kementerian Negara Lingkungan Hidup melaksanakan beberapa kegiatan, antara lain : Penyelengaraan Pendidikan dan Pelatihan, Penyusunan Kurikulum dan materi ajar pelatihan, Pembuatan Visualisasi/film dokumenter yang dapat mendukung pemahaman materi pelatihan, pelaksanaan seminar, lokakarya dan sosialisasi tentang Jabatan Fungsional Pengendalian Dampak Lingkungan (JAFUNG PEDAL).
Tujuan Pendidikan dan Pelatihan :
untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan serta wawasan sumber daya manusia (SDM) dalam pengelolaan lingkungan hidup, baik teknis maupun manajemen.
Program Eco Pesantren
Eco-Pesantren adalah Suatu Institusi Pendidikan Islam yang mempunyai kepedulian pada aktivitas yang tanggap terhadap lingkungan hidup.
Tujuan :
• Meningkatkan kesadaran bahwa ajaran Islam menjadi pedoman dalam berprilaku yang ramah lingkungan
• Penerapan ajaran Islam dalam kegiatan sehari-hari
• Memberdayakan Komunitas pesantren untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang islami berdasarkan al-Qur'an dan al Sunnah
• Meningkatkan aktivitas yang mempunyai nilai tambah baik secara ekonomi, sosial dan ekologi
• Menjadikan pondok pesantren sebagai pusat pembelajaran yang berwawasan lingkungan bagi komunitas pesantren dan masyarakat sekitar
• Sosialisasi materi lingkungan dalam aktivitas pondok Pesantren
Mewujudkan kawasan pondok pesantren yang baik, bersih dan sehat.
• Program Green Fins Indonesia
• Program Informasi Mengenai Sampah
Program Kalpataru
Kosakata KALPATARU dalam bahasa Sanskerta berarti pohon kehidupan. Lambang ini diambil dari relief Candi Mendut, Jawa Tengah ini diangkat ke permukaan menjadi nama sebuah penghargaan di bidang lingkungan yang diberikan perorangan atau masyarakat yang telah menunjukkan kepeloporannya dalam melestarikan fungsi lingkungan hidup. Pendahulu Bangsa Indonesia menorehkan pahatan KALPATARU untuk menggambarkan suatu tatanan lingkungan yang serasi, selaras dan seimbang antara hutan, tanah, air, udara, dan makhluk hidup.
Salah satu prinsip pembangunan adalah berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Sejalan dengan itu, Pasal 10 huruf (i) UU No. 23 Tahun 1997, menyebutkan bahwa "dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah berkewajiban memberikan penghargaan kepada orang atau kelompok yang berjasa di bidang lingkungan hidup". Salah satu bentuk penghargaan tingkat nasional yang diberikan oleh Pemerintah adalah KALPATARU.
Penghargaan KALPATARU diberikan pada seseorang atau kelompok masyarakat yang telah menunjukkan kepeloporan dan memberikan sumbangsihnya di dalam memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup. Sejak tahun 1980-2003, KALPATARU telah diberikan kepada 195 orang/kelompok yang terdiri dari 4 kategori, yaitu Perintis Lingkungan (57), Pengabdi Lingkungan (50), Penyelamat Lingkungan (64), dan Pembina Lingkungan (24).
Program Langit Biru
Latar Belakang
Pencemaran udara menjadi masalah yang serius terlebih tahun-tahun terakhir ini terutama di kota-kota besar. Upaya pengendalian pencemaran termasuk pencemaran udara pada dasarnya adalah menjadi kewajiban bagi setiap orang. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup mengamanatkan bahwa setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
Pemerintah dalam upaya meningkatkan kualitas udara sejak tahun 1992 telah melaksanakan Program Langit Biru sebagai upaya untuk mengendalikan pencemaran udara baik yang berasal dari sumber bergerak maupun tidak bergerak, yang selanjutnya dikukuhkan dengan Kepmen LH No. 15/1996 tentang Langit Biru. Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 2/2002 maka Program Langit Biru menjadi bagian kegiatan dari program Kementerian Lingkungan Hidup dalam mengembangkan sistem penaatan terhadap sumber pencemaran emisi sumber bergerak.
logo Langit Biru dimaksudkan untuk mendekatkan Program Langit Biru, sehingga dengan melihat logo tersebut masyarakat sudah mengenal dan mengetahui arti Program Langit Biru. Logo Langit Biru akan digunakan dalam bahan-bahan publikasi, seperti buku-buku, brosur, pin, spanduk dan t-shirt.
Misi Langit Biru
• Mengembangkan kebijakan nasional dalam pengendalian pencemaran udara
• Meningkatkan kapasitas daerah dalam pengendalian pencemaran udara melalui penguatan isntitusi di daerah dan pemanfaatan teknologi
• Meningkatkan mekanisme pengawasan dan pengendalian, pencegahan dan pemulihan kualitas udara
• Meningkatkan partisipasi peran masyarakat dalam mewujudkan udara bersih.
Program Layanan Informasi Standarisasi Kompetensi Bidang Lingkungan
Program Manajemen Lingkungan
Program Menuju Indonesia Hijau
Program Piagam Bumi
Piagam Bumi adalah sebuah deklarasi prinsip-prinsip pokok untuk membangun masyarakat global yang berkeadilan, berkelanjutan dan damai di abad ke- 21. Piagam Bumi berupaya untuk mengilhami seluruh umat manusia akan pengertian baru tentang saling ketergantungan global dan tanggung jawab bersama untuk kesejahteraan keluarga umat manusia, yaitu kehidupan dunia yang lebih besar, dan generasi yang akan datang. Piagam Bumi merupakan cetusan harapan dan sebuah seruan untuk bertindak.
Piagam Bumi sangat peduli terhadap masa transisi menuju cara hidup yang berkelanjutan dan pembangunan manusia yang berkelanjutan. Salah satu tema utama adalah integritas ekologis. Namun, Piagam Bumi menyadari bahwa tujuan-tujuan dari perlindungan ekologis, pengentasan kemiskinan, pembangunan ekonomi yang adil, penghargaan atas Hak Azazi Manusia, demokrasi dan perdamaian adalah saling bergantung dan tidak dapat dipisahkan. Karena itu Piagam ini memberikan kerangka etika baru yang terintegrasi dan inklusif sebagai panduan untuk masa transisi menuju masa depan yang berkelanjutan.
Piagam Bumi adalah sebuah produk dialog yang mendunia serta lintas budaya yang berlangsung selama satu dekade, tentang tujuan-tujuan dan nilai-nilai bersama. Proyek Piagam Bumi dimulai sebagai Prakarsa PBB, namun diteruskan dan dilengkapi oleh prakarsa masyarakat madani global. Piagam Bumi diselesaikan dan kemudian dicanangkan sebagai piagam masyarakat pada tahun 2000 oleh Komisi Piagam Bumi, sebuah entitas internasional yang independen.
Penulisan rancangan Piagam Bumi telah melibatkan proses konsultasi yang paling terbuka dan paling partisipatif yang pernah dilakukan dalam penulisan sebuah dokumen internasional. Proses tersebut adalah sumber primer dari legitimasinya sebagai pedoman kerangka etis. Legitimasi dokumen tersebut telah diperluas dengan dukungan dari lebih dari 4500 (empat ribu lima ratus) organisasi, termasuk pemerintah dan organisasi internasional.
Khusus mengenai legitimasi, semakin banyak ahli-ahli hukum internasional yang mengakui status Piagam Bumi sebagai dokumen hukum lunak (soft law document). Dokumen hukum lunak seperti Universal Declaration on Human Rights (Deklarasi Universal Hak Azazi Manusia) dianggap sebagai aturan moral dan bukan aturan hukum bagi pemerintah yang setuju untuk mendukung dan mengadopsi aturan tersebut, dan seringkali aturan moral tersebut menjadi dasar dari aturan hukum tersebut.
Pada saat ketika perubahan-perubahan besar dalam bagaimana kita berpikir dan hidup betul-betul diperlukan, Piagam Bumi menantang kita untuk mengevaluasi nilai-nilai yang kita anut dan memilih cara yang lebih baik. Pada saat ketika kemitraan internasional menjadi sangat penting, Piagam Bumi mendorong kita untuk mencari persamaan di antara perbedaan-perbedaan dan untuk merangkul etika global yang baru yang dianut oleh semakin banyak orang di seluruh dunia. Pada saat ketika pendidikan untuk pembangunan yang berkelanjutan menjadi sangat perlu, Piagam Bumi memberikan perangkat pendidikan yang sangat bernilai.
Pusat Virtual Informasi Lingkungan Indonesia
Peraturan Perundang-undangan dan Perjanjian Internasional
Program Pasar Berseri
Pasar adalah salah satu komponen utama pembentukan komunitas masyarakatbaik di desa maupun di kota sebagai lembaga distribusi berbagai macam kebutuhan manusia seperti bahan makanan, sumber energi, dan sumberdayalainnya. Pasar berperan pula sebagai penghubung antara desa dan kota.Perkembangan penduduk dan kebudayaan selalu diikuti oleh perkembanganpasar sebagai salah satu pendukung penting bagi kehidupan manusia seharihariterutama di kawasan perkotaan.
Pengertian Pasar Berseri
Pasar Berseri ‘bersih, sehat, ramah lingkungan, dan indah’ merupakan konseppemikiran ulang menuju peningkatan performa pasar tradisional. Konsep inimengarah pada dua hal, yaitu: optimalisasi kinerja pasar tradisional dan peningkatan infrastruktur; dan pengembalian peran pasar tradisional sebagai distributor produk-produk lokal. Upaya tersebut diharapkan mampu menjadikan pasar tradisional memenuhi syarat minimal sebuah pasar, dimana terbangun regularity, adequacy, dan security, dengan terciptanya comfortability bagi pelakupasar dalam berniaga.
Maksud dan Tujuan
• Mendorong terbinanya tata kehidupan pasar yang harmonis dan kondusif bagi seluruh pelaku pasar.
• Mempertahankan dan mengembangkan warisan budaya berupa tradisi yang sudah ada di setiap pasar maupun kekhasan bangunan fisik pasar sebagai penciri lokal.
• Menumbuhkan kepedulian dan meningkatkan pengetahuan para pelakupasar pada produk ramah lingkungan dan produk lokal, sertamenempatkan produk tersebut sebagai penciri pasar tradisional.
• Menciptakan lingkungan pasar yang bersih, sehat, tertata, hijau, danramah lingkungan.
Program Perencanaan Lingkungan
Program Pusat Produksi Bersih Nasional
Tujuan pendirian PPBN adalah untuk memfasilitasi, mempromosikan dan mengkatalis pengembangan dan penerapan Produksi Bersih (PB) di Indonesia. PPBN akan menstimulasi dan mendorong kegiatan-kegiatan teknis, tukar informasi, memperluas jaringan, proyek-proyek percontohan dan pelatihan PB sehingga menumbuhkan pasar Produksi Bersih di Indonesia.
Dalam menjalankan kegiatannya, PPBN mendapat pengarahan dari Komite Pengarah PPBN, yang keanggotaannya terdiri dari Institusi Pemerintah dan Non Pemerintah, yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 76 Tahun 2006 tentang Komite Pengarah PPBN yang telah direvisi dengan Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 90 Tahun 2006.
Untuk lebih mengoptimalkan kemandirian PPBN, maka Menteri Negara Lingkungan Hidup menerbitkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tentang Perubahan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 75 Tahun 2004 Tentang Organisasi dan Tata Laksana PPBN menyatakan bahwa Jabatan Direktur PPBN ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup. Dengan demikian jabatan Direktur Eksekutif PPBN dipisahkan dari jabatan Asisten Deputi Urusan Standarisasi dan Teknologi.
Manfaat Program
Manfaat bagi Pembeli
• Kemudahan mendapatkan barang kebutuhan dan bahan mentah yangbersih dan sehat
• Memperoleh kenyamanan dan jaminan keamanan
• Mendapatkan perlindungan akan hak-haknya
• Manfaat bagi Pedagang
• Mendapatkan layanan fasilitas yang lebih baik
• Mendapatkan kenyamanan dan keamanan
• Mendapatkan perlindungan akan hak-haknya
• Peningkatan jumlah konsumen
• Peningkatan pendapatan
• Manfaat bagi Pengelola Pasar dan Pemerintah Daerah
• Pengembangan dan promosi produk-produk tradisional setempat
• Terkelolanya limbah pasar
• Optimalisasi dan efisiensi dalam pengelolaan pasar
• Peluang mendapatkan apresiasi dari individu, lembaga pemerintah, atau lembaga lain
• Peningkatan PAD
• Manfaat bagi Masyarakat Sekitar Pasar
• Tersalurkanya produk-produk local
• Penyerapan sumberdaya setempat
• Terkelolanya dampak cemaran kegiatan pasar
• Tertatanya akses transportasi
Pengolahan Bahan Berbahaya dan Beracun
Pengolahan Limbah Usaha Kecil
Pengolahan Pinjaman Lunak Lingkungan
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2005 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia Bagian Ketujuh, Asisten Deputi Urusan Insentif dan Pendanaan Lingkungan (Asdep 3/VII) mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan, pemantauan, analisis, evaluasi dan pelaporan di bidang Pengembangan insentif dan pendanaan lingkungan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Asdep 3/VII KLH menyelenggarakan fungsi :
1.Penyiapan rumusan kebijakan dan strategi penerapan pengembangan insentif dan pendanaan lingkungan;
2.Pemantauan, analisis dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan penerapan pengembangan insentif dan pendanaan lingkungan;
3.Penyusunan laporan pelaksanaan kebijakaan dan penerapan pengembangan insentif dan pendanaan lingkungan.
Perlindungan Ozon
Ozon adalah gas yang secara alami terdapat di dalam atmosfir. Masing-masing molekul ozon terdiri dari tiga buah atom oksigen dan dinyatakan sebagai O3. Ozon bisa dijumpai di dua wilayah atmosfir. Sekitar 10% ozon berada di lapisan troposfir, yaitu wilayah atmosfir yang paling dekat dengan permukaan bumi dari permukaan bumi hingga ketinggian 10-16 kilometer. Sekitar 90% persen ozon berada di lapisan stratosfir, yaitu wilayah atmosfir yang terletak mulai dari puncak troposfir hingga ketinggian sekitar 50 kilometer. Ozon yang berada di stratosfir sering kali disebut lapisan ozon.
Penipisan lapisan ozon dan pemasan global/perubahan iklim merupakan dua masalah yang saling terkait; baik secara saintifik, teknologi, maupun dampaknya. Peningkatan temperatur permukaan bumi menyebabkan turunnya temperatur lapisan stratosfer; hal ini memperlambat pemulihan lapisan ozon. Ilmuwan NASA memperkirakan bahwa akibat pemanasan global, pemulihan lapisan ozon akan terlambat 18 tahun dari perkiraan semula, yakni tahun 2068 (semula 2050). Di sisi lain, penggunaan sumber energi secara boros, disamping menyebabkan krisis energi, juga bertanggung jawab terhadap semakin tingginya pemanasan global. Dengan demikian ketiga masalah di atas, penipisan lapisan ozon, pemanasan global, dan penggunaan sumber energi memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain.
Bahaya Yang Bisa Timbul Akibat Kerusakan Lapisan Ozon
Berkurangnya konsentrasi ozon akan menyebabkan semakin tingginya tingkat radiasi UV-B yang dapat mencapai permukaan Bumi. Pancaran radiasi UV-B yang merupakan bagian dari sinar matahari sebenarnya tidak berubah, namun semakin berkurangnya ozon maka berkurang pula perlindungan sehingga lebih banyak lagi radiasi UV-B yang bisa mencapai permukaan Bumi. Hasil studi menunjukkan bahwa tingkat radiasi UV-B yang diukur di permukaan Bumi di daerah Antartika (Kutub Selatan) meningkat dua kali lipat bersamaan dengan kehadiran lubang ozon di atas Antartika. Studi lain mengkonfirmasikan terdapat hubungan yang nyata antara berkurangnya ozon dengan meningkatnya radiasi UV-B di Kanada selama beberapa tahun yang lalu.
Proper
Penilaian Peringkat Kinerja Penaatan dalam Pengelolaan Lingkungan mulai dikembangkan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup, sebagai salah satu alternatif instrumen penaatan sejak tahun 1995. Program ini pada awalnya dikenal dengan nama PROPER PROKASIH. Alternatif instrumen penaatan ini dilakukan melalui penyebaran informasi tingkat kinerja penaatan masingmasing perusahaan kepada stakeholder pada skala nasional.
Tujuan
Pelaksanaan PROPER bertujuan untuk:
• Meningkatkan penaatan perusahaan terhadap pengelolaan lingkungan.
• Meningkatkan komitmen para stakeholder dalam upaya pelestarian lingkungan
• Meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan
• Meningkatkan kesadaran para pelaku usaha untuk menaati peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup
• Mendorong penerapan prinsip Reduce, Reuse, Recycle, dan Recovery (4R) dalam pengelolaan limbah
Perubahan Iklim
Isu utama yang harus ditangani dalam mengantisipasi perubahan iklim global adalah bagaimana agar sistem iklim bumi tidak terganggu dan terus memburuk. Para wakil pemerintah berbagai negara lalu membentuk sebuah panel untuk melakukan pembicaraan-pembicaraan awal tentang isu ini. Setelah melalui proses yang panjang, kerangka PBB tentang Konvensi Perubahan Iklim (UN Framework Convention on Climate Change, UNFCCC) akhirnya diterima secara universal sebagai komitmen politik internasional tentang perubahan iklim pada KTT Bumi tentang Lingkungan dan Pembangunan (UN Conference on Environment and Development, UNCED) di Rio de Janeiro, Brasil, 1992.
Konvensi ini merupakan pilihan dan langkah yang tepat meskipun serba sulit. Oleh karena itu, di dalamnya banyak masalah berat dan serius, misalnya apakah suatu ketentuan harus mengikat secara hukum (legally binding) atau tidak, ditangani secara ringan dan kurang tegas. Inilah harga yang harus dibayar dalam suatu diplomasi dan negosiasi internasional, kompromi untuk menghindari konflik yang membubarkan tujuan besar secara keseluruhan.
Warga Madani
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (Tap. MPR RI) Nomor VI/MPR/2002, yang memberikan rekomendasi atas laporan pelaksanaan Putusan MPR RI antara lain oleh Presiden, menyebutkan bahwa eksploitasi sumber daya alam dan lingkungan hidup telah menyebabkan semakin buruknya kualitas lingkungan hidup. Hal ini disebabkan tidak konsistennya pelaksanaan manajemen lingkungan hidup dan sumber daya alam, khususnya dalam masalah pengawasan dan pengembangan mekanisme dan kelembagaannya.
Dengan memperhatikan permasalahan sumber daya alam dan lingkungan hidup dewasa ini, pengelolaan di bidang pelestarian lingkungan hidup mempunyai beberapa ciri khas, yaitu tingginya potensi konflik, tingginya potensi ketidaktentuan (uncertainty), kurun waktu yang sering cukup panjang antara kegiatan dan dampak lingkungan yang ditimbulkan, serta pemahaman masalah yang tidak mudah bagi masyarakat luas. Karena ciri-ciri ini, usaha pelestarian akan selalu merupakan suatu usaha yang dinamis, baik dari segi tantangannya yang dihadapi maupun jalan keluarnya.
Sehubungan dengan permasalahan tersebut Tap. MPR RI Nomor VI/MPR/2002 antara lain merekomendasikan untuk menerapkan prinsip-prinsip good environmental governance secara konsisten dengan menegakkan prinsip-prinsip rule of law, tranparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat. Dalam hubungan ini, perlu diusahakan agar masyarakat umum sadar dan mempunyai kesadaran pada kelestarian lingkungan hidup, mempunyai informasi yang cukup tentang masalah-masalah yang dihadapi, dan mempunyai keberdayaan dalam berperan serta pada proses pengambilan keputusan demi kepentingan orang banyak. Sejalan dengan otonomi daerah, pelimpahan wewenang kepada pemerintah daerah di bidang pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan mengandung maksud untuk meningkatkan peran masyarakat lokal dalam pengelolaan lingkungan hidup. Peran serta dalam intensitas tinggi oleh masyarakat umum inilah yang dapat menjamin dinamisme dalam pengelolaan lingkungan, sehingga pengelolaan ini mampu menjawab tantangan tersebut di atas. Mekanisme peran serta masyarakat ini perlu termanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari melalui mekanisme demokrasi.
Masalah
Pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia pada masa depan akan dihadapkan pada berbagai kompleksitas, dinamika dan keragaman persoalan social ekonomi, dan politik yang bersifat kontradiktif yang memerlukan perhatian dan penanganan dari pemerintah dan pemerintah daerah, serta seluruh potensi masyarakat di berbagai daerah.
Pola pikir yang terbentuk sebagai akibat pengalaman selama ini dengan sistem pemerintahan dan pembangunan yang sentralistik, lemahnya pengawasan, ketidaktanggapan dalam mengubah pendekatan dan strategi pembangunan, serta ketidak selarasan antara kebijakan dan pelaksanaan pada berbagai bidang pembangunan dan terjadinya krisis ekonomi telah menyebabkan melemahnya kemampuan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas secara otonom, tidak terdesentralisasinya kegiatan pelayanan masyarakat, ketidakmerataan pertumbuhan ekonomi antar daerah, dan ketidakberdayaan masyarakat dalam proses perubahan sosial bagi peningkatan kesejahteraan di berbagai daerah.
Di samping itu, pembangunan sektoral yang terpusat cenderung kurang memperhatikan keragaman kondisi sosial ekonomi daerah menyebabkan ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, lemahnya pertanggungjawaban kinerja pemerintah daerah kepada masyarakat, dan kurang efektifnya pelayanan pemerintah daerah kepada masyarakat dalam meningkatkan kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat.
Di pihak lain, kondisi lingkungan hidup sudah mencapai tingkat yang memprihatinkan dengan kecenderungan yang terus menurun. Penyebab utamanya adalah, karena pada tingkat pengambilan keputusan, kepentingan pelestarian sering diabaikan. Hal ini terjadi mengingat kelemahan kekuatan politik dari pihak-pihak yang menyadari pentingnya pengelolaan lingkungan hidup. Seperti diketahui, pada saat ini perjuangan untuk melestarikan lingkungan hanya didukung sekelompok kecil kelas menengah yang kurang mempunyai kekuatan politik dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan pembangunan selama ini yang lebih menekankan pada pendekatan sektor dan cenderung terpusat, menyebabkan pemerintah daerah kurang mendapat kesempatan untuk mengembangkan kapasitas dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat secara optimal. Oleh karena itu,
(1) kekuatan pelestarian lingkungan perlu mendapat dukungan dari kekuatan-kekuatan politik primer;
(2) demi keberhasilan usaha pelestarian lingkungan, masyarakat luas perlu mempunyai keberdayaan, mampu dan aktif berperan serta secara efektif melalui mekanisme demokrasi;
(3) pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah, perlu memiliki kemampuan ketataprajaan di bidang lingkungan hidup (good environmental governance), agar mampu menjawab tantangan dari masyarakat yang sudah diberdayakan.
(4) usaha peningkatan penaatan dalam pengelolaan lingkunan hidup adalah penting. Penegakan hukum merupakan salah satu aspek utama dalam peningkatan penaatan di samping pemanfaatan instrumen-instrumen pengelolaan lainnya.
Adiwiyata adalah tempat yang baik dan ideal dimana dapat diperoleh segala ilmu pengetahuan dan berbagai norma serta etika yang dapat menjadi dasar manusia menuju terciptanya kesejahteraan hidup kita dan menuju kepada cita-cita pembangunan berkelanjutan.
Tujuan program Adiwiyata Menciptakan kondisi yang baik bagi sekolah untuk menjadi tempat pembelajaran dan penyadaran warga sekolah, sehingga dikemudian hari warga sekolah tersebut dapat turut bertanggung jawab dalam upaya-upaya penyelamatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan.
Program Agro Industri
Berdasarkan Pasal 102 butir b Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 01 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan (Deputi II) mempunyai tugas pokok melaksanakan pengendalian, pemantauan, pengawasan penaatan, analisis dan evaluasi serta pelaporan di bidang pengendalian pencemaran lingkungan.
Sesuai dengan tugas pokok tersebut, Asdep 3/II menjalankan fungsi :
1.Perumusan kebijakan di bidang pengendalian pencemaran sumber agro industri.
2.Pelaksanaan pemantauan dan pengawasan penaatan, analisis dan evaluasi serta pelaporan.
3.Pelaksanaan koordinasi pemantauan dan pengawasan penaatan oleh pemerintah daerah.
Strategi Pelaksanaan
1.Menurunkan beban pencemaran dari sumber agro industri;
2.Menyiapkan peraturan perundangan pengendalian pencemaran lingkungan;
3.Meningkatkan peran aktif mitra strategis dalam pengendalian pencemaran lingkungan;
4.Meningkatkan pemahaman dan aksesibilitas masyarakat terhadap informasi pengendalian pencemaran lingkungan;
5.Meningkatkan kualitas SDM dalam pengendalian pencemaran.
Program Adipura
Adipura, merupakan salah satu upaya menangani limbah padat domestic di perkotaan. Dalam perkembangannya, lingkup kerja Program Adipura difokuskan pada upaya untuk mendorong kota-kota di Indonesia menjadi kota “ Bersih & Hijau “. Ada dua kegiatan pokok dalam penanganan limbah domestik dan ruang terbuka hijau di perkotaan, yaitu :
(1) Memantau dan mengevaluasi kinerja pengelolaan lingkungan perkotaan berdasarkan pedoman dan kriteria yang ditetapkan untuk menentukan peringkat kinerja kota;
(2) Meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam pengelolaan lingkungan perkotaan.
Pemantauan dan evaluasi kinerja didasarkan pada kriteria Adipura yang meliputi aspek-aspek:
(a) Pengelolaan sampah,
(b) Pengelolaan ruang terbuka hijau (RTH),
(c) Pengelolaan kebersihan perairan terbuka dari sampah.
Diharapkan melalui Program ini setiap daerah dapat mendayagunakan seluruh kemampuannya melalui dukungan dari segenap segmen masyarakat untuk secara bersama-sama mengatasi permasalahan lingkungan hidup perkotaan. Hasil Pelaksanaan Program Adipura yang telah dicapai sejak dicanangkan hingga pada tahun ketujuh. Adipura 2008/2009, sedikit banyak telah memberikan motivasi dan dorongan kepada pemerintah daerah untuk menerapkan prinsip-prinsip good environmental governance .
Pada tahun ketujuh pelaksanaan Program Adipura di Regional Sumapapua, yakni tahun 2008-2009, jumlah kabupaten/kota yang mengikuti program ini mencapai 73 kota dari 125 Kabupaten/Kota terdiri dari 1 kota Metropolitan, kota sedang 13, kota kecil 58, sebagaimana data terlampir.
Program Amdal
AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan (Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
Guna Amdal :
• Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah
• Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan
• Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan
• Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
• Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan
• Prosedur Amdal
• Proses penapisan (screening) wajib AMDAL
• Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat
• Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL (scoping)
• Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL Proses penapisan atau kerap juga disebut proses seleksi kegiatan wajib AMDAL, yaitu menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak.
Program Bahan Berbahaya dan Beracun
Program Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Nasional
Indonesia telah meratifikasi Kovensi Keanekaragaman Hayati dalam bentuk Undang-Undang No. 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati. Sesuai dengan mandat yang tercantum dalam pasal 18 (3) dari Konvensi tersebut maka Kementerian Lingkungan Hidup sebagai National Focal Point dari Konvensi Keanekaragaman Hayati membangun Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Indonesia berbasis internet.
Balai Kliring Keanekaragaman Hayati mempunyai misi untuk :
• mempromosikan dan memfasilitasi kerjasama teknis dan ilmiah
• mengembangkan mekanisme global untuk pertukaran dan integrasi informasi
• mengembangkan jejaring
Program Diklat Lingkungan
Pendidikan dan pelatihan lingkungan hidup memiliki peranan yang sangat penting dan strategis dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia (SDM) bidang lingkungan hidup. Melalui pendekatan metode Androgogi dan peninjauan lapangan yang dilaksanakan oleh Pusat pendidikan dan pelatihan (PUSDIKLAT) diharapkan memberikan perubahan perilaku serta sikap positif terwujudnya pelestarian lingkungan hidup yang melaksanakan prinsip pembangunan berkelanjutan. Pusdiklat Kementerian Negara Lingkungan Hidup melaksanakan beberapa kegiatan, antara lain : Penyelengaraan Pendidikan dan Pelatihan, Penyusunan Kurikulum dan materi ajar pelatihan, Pembuatan Visualisasi/film dokumenter yang dapat mendukung pemahaman materi pelatihan, pelaksanaan seminar, lokakarya dan sosialisasi tentang Jabatan Fungsional Pengendalian Dampak Lingkungan (JAFUNG PEDAL).
Tujuan Pendidikan dan Pelatihan :
untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan serta wawasan sumber daya manusia (SDM) dalam pengelolaan lingkungan hidup, baik teknis maupun manajemen.
Program Eco Pesantren
Eco-Pesantren adalah Suatu Institusi Pendidikan Islam yang mempunyai kepedulian pada aktivitas yang tanggap terhadap lingkungan hidup.
Tujuan :
• Meningkatkan kesadaran bahwa ajaran Islam menjadi pedoman dalam berprilaku yang ramah lingkungan
• Penerapan ajaran Islam dalam kegiatan sehari-hari
• Memberdayakan Komunitas pesantren untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang islami berdasarkan al-Qur'an dan al Sunnah
• Meningkatkan aktivitas yang mempunyai nilai tambah baik secara ekonomi, sosial dan ekologi
• Menjadikan pondok pesantren sebagai pusat pembelajaran yang berwawasan lingkungan bagi komunitas pesantren dan masyarakat sekitar
• Sosialisasi materi lingkungan dalam aktivitas pondok Pesantren
Mewujudkan kawasan pondok pesantren yang baik, bersih dan sehat.
• Program Green Fins Indonesia
• Program Informasi Mengenai Sampah
Program Kalpataru
Kosakata KALPATARU dalam bahasa Sanskerta berarti pohon kehidupan. Lambang ini diambil dari relief Candi Mendut, Jawa Tengah ini diangkat ke permukaan menjadi nama sebuah penghargaan di bidang lingkungan yang diberikan perorangan atau masyarakat yang telah menunjukkan kepeloporannya dalam melestarikan fungsi lingkungan hidup. Pendahulu Bangsa Indonesia menorehkan pahatan KALPATARU untuk menggambarkan suatu tatanan lingkungan yang serasi, selaras dan seimbang antara hutan, tanah, air, udara, dan makhluk hidup.
Salah satu prinsip pembangunan adalah berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Sejalan dengan itu, Pasal 10 huruf (i) UU No. 23 Tahun 1997, menyebutkan bahwa "dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah berkewajiban memberikan penghargaan kepada orang atau kelompok yang berjasa di bidang lingkungan hidup". Salah satu bentuk penghargaan tingkat nasional yang diberikan oleh Pemerintah adalah KALPATARU.
Penghargaan KALPATARU diberikan pada seseorang atau kelompok masyarakat yang telah menunjukkan kepeloporan dan memberikan sumbangsihnya di dalam memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup. Sejak tahun 1980-2003, KALPATARU telah diberikan kepada 195 orang/kelompok yang terdiri dari 4 kategori, yaitu Perintis Lingkungan (57), Pengabdi Lingkungan (50), Penyelamat Lingkungan (64), dan Pembina Lingkungan (24).
Program Langit Biru
Latar Belakang
Pencemaran udara menjadi masalah yang serius terlebih tahun-tahun terakhir ini terutama di kota-kota besar. Upaya pengendalian pencemaran termasuk pencemaran udara pada dasarnya adalah menjadi kewajiban bagi setiap orang. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup mengamanatkan bahwa setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
Pemerintah dalam upaya meningkatkan kualitas udara sejak tahun 1992 telah melaksanakan Program Langit Biru sebagai upaya untuk mengendalikan pencemaran udara baik yang berasal dari sumber bergerak maupun tidak bergerak, yang selanjutnya dikukuhkan dengan Kepmen LH No. 15/1996 tentang Langit Biru. Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 2/2002 maka Program Langit Biru menjadi bagian kegiatan dari program Kementerian Lingkungan Hidup dalam mengembangkan sistem penaatan terhadap sumber pencemaran emisi sumber bergerak.
logo Langit Biru dimaksudkan untuk mendekatkan Program Langit Biru, sehingga dengan melihat logo tersebut masyarakat sudah mengenal dan mengetahui arti Program Langit Biru. Logo Langit Biru akan digunakan dalam bahan-bahan publikasi, seperti buku-buku, brosur, pin, spanduk dan t-shirt.
Misi Langit Biru
• Mengembangkan kebijakan nasional dalam pengendalian pencemaran udara
• Meningkatkan kapasitas daerah dalam pengendalian pencemaran udara melalui penguatan isntitusi di daerah dan pemanfaatan teknologi
• Meningkatkan mekanisme pengawasan dan pengendalian, pencegahan dan pemulihan kualitas udara
• Meningkatkan partisipasi peran masyarakat dalam mewujudkan udara bersih.
Program Layanan Informasi Standarisasi Kompetensi Bidang Lingkungan
Program Manajemen Lingkungan
Program Menuju Indonesia Hijau
Program Piagam Bumi
Piagam Bumi adalah sebuah deklarasi prinsip-prinsip pokok untuk membangun masyarakat global yang berkeadilan, berkelanjutan dan damai di abad ke- 21. Piagam Bumi berupaya untuk mengilhami seluruh umat manusia akan pengertian baru tentang saling ketergantungan global dan tanggung jawab bersama untuk kesejahteraan keluarga umat manusia, yaitu kehidupan dunia yang lebih besar, dan generasi yang akan datang. Piagam Bumi merupakan cetusan harapan dan sebuah seruan untuk bertindak.
Piagam Bumi sangat peduli terhadap masa transisi menuju cara hidup yang berkelanjutan dan pembangunan manusia yang berkelanjutan. Salah satu tema utama adalah integritas ekologis. Namun, Piagam Bumi menyadari bahwa tujuan-tujuan dari perlindungan ekologis, pengentasan kemiskinan, pembangunan ekonomi yang adil, penghargaan atas Hak Azazi Manusia, demokrasi dan perdamaian adalah saling bergantung dan tidak dapat dipisahkan. Karena itu Piagam ini memberikan kerangka etika baru yang terintegrasi dan inklusif sebagai panduan untuk masa transisi menuju masa depan yang berkelanjutan.
Piagam Bumi adalah sebuah produk dialog yang mendunia serta lintas budaya yang berlangsung selama satu dekade, tentang tujuan-tujuan dan nilai-nilai bersama. Proyek Piagam Bumi dimulai sebagai Prakarsa PBB, namun diteruskan dan dilengkapi oleh prakarsa masyarakat madani global. Piagam Bumi diselesaikan dan kemudian dicanangkan sebagai piagam masyarakat pada tahun 2000 oleh Komisi Piagam Bumi, sebuah entitas internasional yang independen.
Penulisan rancangan Piagam Bumi telah melibatkan proses konsultasi yang paling terbuka dan paling partisipatif yang pernah dilakukan dalam penulisan sebuah dokumen internasional. Proses tersebut adalah sumber primer dari legitimasinya sebagai pedoman kerangka etis. Legitimasi dokumen tersebut telah diperluas dengan dukungan dari lebih dari 4500 (empat ribu lima ratus) organisasi, termasuk pemerintah dan organisasi internasional.
Khusus mengenai legitimasi, semakin banyak ahli-ahli hukum internasional yang mengakui status Piagam Bumi sebagai dokumen hukum lunak (soft law document). Dokumen hukum lunak seperti Universal Declaration on Human Rights (Deklarasi Universal Hak Azazi Manusia) dianggap sebagai aturan moral dan bukan aturan hukum bagi pemerintah yang setuju untuk mendukung dan mengadopsi aturan tersebut, dan seringkali aturan moral tersebut menjadi dasar dari aturan hukum tersebut.
Pada saat ketika perubahan-perubahan besar dalam bagaimana kita berpikir dan hidup betul-betul diperlukan, Piagam Bumi menantang kita untuk mengevaluasi nilai-nilai yang kita anut dan memilih cara yang lebih baik. Pada saat ketika kemitraan internasional menjadi sangat penting, Piagam Bumi mendorong kita untuk mencari persamaan di antara perbedaan-perbedaan dan untuk merangkul etika global yang baru yang dianut oleh semakin banyak orang di seluruh dunia. Pada saat ketika pendidikan untuk pembangunan yang berkelanjutan menjadi sangat perlu, Piagam Bumi memberikan perangkat pendidikan yang sangat bernilai.
Pusat Virtual Informasi Lingkungan Indonesia
Peraturan Perundang-undangan dan Perjanjian Internasional
Program Pasar Berseri
Pasar adalah salah satu komponen utama pembentukan komunitas masyarakatbaik di desa maupun di kota sebagai lembaga distribusi berbagai macam kebutuhan manusia seperti bahan makanan, sumber energi, dan sumberdayalainnya. Pasar berperan pula sebagai penghubung antara desa dan kota.Perkembangan penduduk dan kebudayaan selalu diikuti oleh perkembanganpasar sebagai salah satu pendukung penting bagi kehidupan manusia seharihariterutama di kawasan perkotaan.
Pengertian Pasar Berseri
Pasar Berseri ‘bersih, sehat, ramah lingkungan, dan indah’ merupakan konseppemikiran ulang menuju peningkatan performa pasar tradisional. Konsep inimengarah pada dua hal, yaitu: optimalisasi kinerja pasar tradisional dan peningkatan infrastruktur; dan pengembalian peran pasar tradisional sebagai distributor produk-produk lokal. Upaya tersebut diharapkan mampu menjadikan pasar tradisional memenuhi syarat minimal sebuah pasar, dimana terbangun regularity, adequacy, dan security, dengan terciptanya comfortability bagi pelakupasar dalam berniaga.
Maksud dan Tujuan
• Mendorong terbinanya tata kehidupan pasar yang harmonis dan kondusif bagi seluruh pelaku pasar.
• Mempertahankan dan mengembangkan warisan budaya berupa tradisi yang sudah ada di setiap pasar maupun kekhasan bangunan fisik pasar sebagai penciri lokal.
• Menumbuhkan kepedulian dan meningkatkan pengetahuan para pelakupasar pada produk ramah lingkungan dan produk lokal, sertamenempatkan produk tersebut sebagai penciri pasar tradisional.
• Menciptakan lingkungan pasar yang bersih, sehat, tertata, hijau, danramah lingkungan.
Program Perencanaan Lingkungan
Program Pusat Produksi Bersih Nasional
Tujuan pendirian PPBN adalah untuk memfasilitasi, mempromosikan dan mengkatalis pengembangan dan penerapan Produksi Bersih (PB) di Indonesia. PPBN akan menstimulasi dan mendorong kegiatan-kegiatan teknis, tukar informasi, memperluas jaringan, proyek-proyek percontohan dan pelatihan PB sehingga menumbuhkan pasar Produksi Bersih di Indonesia.
Dalam menjalankan kegiatannya, PPBN mendapat pengarahan dari Komite Pengarah PPBN, yang keanggotaannya terdiri dari Institusi Pemerintah dan Non Pemerintah, yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 76 Tahun 2006 tentang Komite Pengarah PPBN yang telah direvisi dengan Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 90 Tahun 2006.
Untuk lebih mengoptimalkan kemandirian PPBN, maka Menteri Negara Lingkungan Hidup menerbitkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tentang Perubahan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 75 Tahun 2004 Tentang Organisasi dan Tata Laksana PPBN menyatakan bahwa Jabatan Direktur PPBN ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup. Dengan demikian jabatan Direktur Eksekutif PPBN dipisahkan dari jabatan Asisten Deputi Urusan Standarisasi dan Teknologi.
Manfaat Program
Manfaat bagi Pembeli
• Kemudahan mendapatkan barang kebutuhan dan bahan mentah yangbersih dan sehat
• Memperoleh kenyamanan dan jaminan keamanan
• Mendapatkan perlindungan akan hak-haknya
• Manfaat bagi Pedagang
• Mendapatkan layanan fasilitas yang lebih baik
• Mendapatkan kenyamanan dan keamanan
• Mendapatkan perlindungan akan hak-haknya
• Peningkatan jumlah konsumen
• Peningkatan pendapatan
• Manfaat bagi Pengelola Pasar dan Pemerintah Daerah
• Pengembangan dan promosi produk-produk tradisional setempat
• Terkelolanya limbah pasar
• Optimalisasi dan efisiensi dalam pengelolaan pasar
• Peluang mendapatkan apresiasi dari individu, lembaga pemerintah, atau lembaga lain
• Peningkatan PAD
• Manfaat bagi Masyarakat Sekitar Pasar
• Tersalurkanya produk-produk local
• Penyerapan sumberdaya setempat
• Terkelolanya dampak cemaran kegiatan pasar
• Tertatanya akses transportasi
Pengolahan Bahan Berbahaya dan Beracun
Pengolahan Limbah Usaha Kecil
Pengolahan Pinjaman Lunak Lingkungan
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2005 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia Bagian Ketujuh, Asisten Deputi Urusan Insentif dan Pendanaan Lingkungan (Asdep 3/VII) mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan, pemantauan, analisis, evaluasi dan pelaporan di bidang Pengembangan insentif dan pendanaan lingkungan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Asdep 3/VII KLH menyelenggarakan fungsi :
1.Penyiapan rumusan kebijakan dan strategi penerapan pengembangan insentif dan pendanaan lingkungan;
2.Pemantauan, analisis dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan penerapan pengembangan insentif dan pendanaan lingkungan;
3.Penyusunan laporan pelaksanaan kebijakaan dan penerapan pengembangan insentif dan pendanaan lingkungan.
Perlindungan Ozon
Ozon adalah gas yang secara alami terdapat di dalam atmosfir. Masing-masing molekul ozon terdiri dari tiga buah atom oksigen dan dinyatakan sebagai O3. Ozon bisa dijumpai di dua wilayah atmosfir. Sekitar 10% ozon berada di lapisan troposfir, yaitu wilayah atmosfir yang paling dekat dengan permukaan bumi dari permukaan bumi hingga ketinggian 10-16 kilometer. Sekitar 90% persen ozon berada di lapisan stratosfir, yaitu wilayah atmosfir yang terletak mulai dari puncak troposfir hingga ketinggian sekitar 50 kilometer. Ozon yang berada di stratosfir sering kali disebut lapisan ozon.
Penipisan lapisan ozon dan pemasan global/perubahan iklim merupakan dua masalah yang saling terkait; baik secara saintifik, teknologi, maupun dampaknya. Peningkatan temperatur permukaan bumi menyebabkan turunnya temperatur lapisan stratosfer; hal ini memperlambat pemulihan lapisan ozon. Ilmuwan NASA memperkirakan bahwa akibat pemanasan global, pemulihan lapisan ozon akan terlambat 18 tahun dari perkiraan semula, yakni tahun 2068 (semula 2050). Di sisi lain, penggunaan sumber energi secara boros, disamping menyebabkan krisis energi, juga bertanggung jawab terhadap semakin tingginya pemanasan global. Dengan demikian ketiga masalah di atas, penipisan lapisan ozon, pemanasan global, dan penggunaan sumber energi memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain.
Bahaya Yang Bisa Timbul Akibat Kerusakan Lapisan Ozon
Berkurangnya konsentrasi ozon akan menyebabkan semakin tingginya tingkat radiasi UV-B yang dapat mencapai permukaan Bumi. Pancaran radiasi UV-B yang merupakan bagian dari sinar matahari sebenarnya tidak berubah, namun semakin berkurangnya ozon maka berkurang pula perlindungan sehingga lebih banyak lagi radiasi UV-B yang bisa mencapai permukaan Bumi. Hasil studi menunjukkan bahwa tingkat radiasi UV-B yang diukur di permukaan Bumi di daerah Antartika (Kutub Selatan) meningkat dua kali lipat bersamaan dengan kehadiran lubang ozon di atas Antartika. Studi lain mengkonfirmasikan terdapat hubungan yang nyata antara berkurangnya ozon dengan meningkatnya radiasi UV-B di Kanada selama beberapa tahun yang lalu.
Proper
Penilaian Peringkat Kinerja Penaatan dalam Pengelolaan Lingkungan mulai dikembangkan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup, sebagai salah satu alternatif instrumen penaatan sejak tahun 1995. Program ini pada awalnya dikenal dengan nama PROPER PROKASIH. Alternatif instrumen penaatan ini dilakukan melalui penyebaran informasi tingkat kinerja penaatan masingmasing perusahaan kepada stakeholder pada skala nasional.
Tujuan
Pelaksanaan PROPER bertujuan untuk:
• Meningkatkan penaatan perusahaan terhadap pengelolaan lingkungan.
• Meningkatkan komitmen para stakeholder dalam upaya pelestarian lingkungan
• Meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan
• Meningkatkan kesadaran para pelaku usaha untuk menaati peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup
• Mendorong penerapan prinsip Reduce, Reuse, Recycle, dan Recovery (4R) dalam pengelolaan limbah
Perubahan Iklim
Isu utama yang harus ditangani dalam mengantisipasi perubahan iklim global adalah bagaimana agar sistem iklim bumi tidak terganggu dan terus memburuk. Para wakil pemerintah berbagai negara lalu membentuk sebuah panel untuk melakukan pembicaraan-pembicaraan awal tentang isu ini. Setelah melalui proses yang panjang, kerangka PBB tentang Konvensi Perubahan Iklim (UN Framework Convention on Climate Change, UNFCCC) akhirnya diterima secara universal sebagai komitmen politik internasional tentang perubahan iklim pada KTT Bumi tentang Lingkungan dan Pembangunan (UN Conference on Environment and Development, UNCED) di Rio de Janeiro, Brasil, 1992.
Konvensi ini merupakan pilihan dan langkah yang tepat meskipun serba sulit. Oleh karena itu, di dalamnya banyak masalah berat dan serius, misalnya apakah suatu ketentuan harus mengikat secara hukum (legally binding) atau tidak, ditangani secara ringan dan kurang tegas. Inilah harga yang harus dibayar dalam suatu diplomasi dan negosiasi internasional, kompromi untuk menghindari konflik yang membubarkan tujuan besar secara keseluruhan.
Warga Madani
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (Tap. MPR RI) Nomor VI/MPR/2002, yang memberikan rekomendasi atas laporan pelaksanaan Putusan MPR RI antara lain oleh Presiden, menyebutkan bahwa eksploitasi sumber daya alam dan lingkungan hidup telah menyebabkan semakin buruknya kualitas lingkungan hidup. Hal ini disebabkan tidak konsistennya pelaksanaan manajemen lingkungan hidup dan sumber daya alam, khususnya dalam masalah pengawasan dan pengembangan mekanisme dan kelembagaannya.
Dengan memperhatikan permasalahan sumber daya alam dan lingkungan hidup dewasa ini, pengelolaan di bidang pelestarian lingkungan hidup mempunyai beberapa ciri khas, yaitu tingginya potensi konflik, tingginya potensi ketidaktentuan (uncertainty), kurun waktu yang sering cukup panjang antara kegiatan dan dampak lingkungan yang ditimbulkan, serta pemahaman masalah yang tidak mudah bagi masyarakat luas. Karena ciri-ciri ini, usaha pelestarian akan selalu merupakan suatu usaha yang dinamis, baik dari segi tantangannya yang dihadapi maupun jalan keluarnya.
Sehubungan dengan permasalahan tersebut Tap. MPR RI Nomor VI/MPR/2002 antara lain merekomendasikan untuk menerapkan prinsip-prinsip good environmental governance secara konsisten dengan menegakkan prinsip-prinsip rule of law, tranparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat. Dalam hubungan ini, perlu diusahakan agar masyarakat umum sadar dan mempunyai kesadaran pada kelestarian lingkungan hidup, mempunyai informasi yang cukup tentang masalah-masalah yang dihadapi, dan mempunyai keberdayaan dalam berperan serta pada proses pengambilan keputusan demi kepentingan orang banyak. Sejalan dengan otonomi daerah, pelimpahan wewenang kepada pemerintah daerah di bidang pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan mengandung maksud untuk meningkatkan peran masyarakat lokal dalam pengelolaan lingkungan hidup. Peran serta dalam intensitas tinggi oleh masyarakat umum inilah yang dapat menjamin dinamisme dalam pengelolaan lingkungan, sehingga pengelolaan ini mampu menjawab tantangan tersebut di atas. Mekanisme peran serta masyarakat ini perlu termanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari melalui mekanisme demokrasi.
Masalah
Pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia pada masa depan akan dihadapkan pada berbagai kompleksitas, dinamika dan keragaman persoalan social ekonomi, dan politik yang bersifat kontradiktif yang memerlukan perhatian dan penanganan dari pemerintah dan pemerintah daerah, serta seluruh potensi masyarakat di berbagai daerah.
Pola pikir yang terbentuk sebagai akibat pengalaman selama ini dengan sistem pemerintahan dan pembangunan yang sentralistik, lemahnya pengawasan, ketidaktanggapan dalam mengubah pendekatan dan strategi pembangunan, serta ketidak selarasan antara kebijakan dan pelaksanaan pada berbagai bidang pembangunan dan terjadinya krisis ekonomi telah menyebabkan melemahnya kemampuan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas secara otonom, tidak terdesentralisasinya kegiatan pelayanan masyarakat, ketidakmerataan pertumbuhan ekonomi antar daerah, dan ketidakberdayaan masyarakat dalam proses perubahan sosial bagi peningkatan kesejahteraan di berbagai daerah.
Di samping itu, pembangunan sektoral yang terpusat cenderung kurang memperhatikan keragaman kondisi sosial ekonomi daerah menyebabkan ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, lemahnya pertanggungjawaban kinerja pemerintah daerah kepada masyarakat, dan kurang efektifnya pelayanan pemerintah daerah kepada masyarakat dalam meningkatkan kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat.
Di pihak lain, kondisi lingkungan hidup sudah mencapai tingkat yang memprihatinkan dengan kecenderungan yang terus menurun. Penyebab utamanya adalah, karena pada tingkat pengambilan keputusan, kepentingan pelestarian sering diabaikan. Hal ini terjadi mengingat kelemahan kekuatan politik dari pihak-pihak yang menyadari pentingnya pengelolaan lingkungan hidup. Seperti diketahui, pada saat ini perjuangan untuk melestarikan lingkungan hanya didukung sekelompok kecil kelas menengah yang kurang mempunyai kekuatan politik dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan pembangunan selama ini yang lebih menekankan pada pendekatan sektor dan cenderung terpusat, menyebabkan pemerintah daerah kurang mendapat kesempatan untuk mengembangkan kapasitas dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat secara optimal. Oleh karena itu,
(1) kekuatan pelestarian lingkungan perlu mendapat dukungan dari kekuatan-kekuatan politik primer;
(2) demi keberhasilan usaha pelestarian lingkungan, masyarakat luas perlu mempunyai keberdayaan, mampu dan aktif berperan serta secara efektif melalui mekanisme demokrasi;
(3) pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah, perlu memiliki kemampuan ketataprajaan di bidang lingkungan hidup (good environmental governance), agar mampu menjawab tantangan dari masyarakat yang sudah diberdayakan.
(4) usaha peningkatan penaatan dalam pengelolaan lingkunan hidup adalah penting. Penegakan hukum merupakan salah satu aspek utama dalam peningkatan penaatan di samping pemanfaatan instrumen-instrumen pengelolaan lainnya.
Peraturan Daerah Kalimantan Selatan Tentang Masalah Air
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
NOMOR 2 TAHUN 2006
TENTANG
PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN
PENCEMARAN AIR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,
Menimbang :
a. bahwa air sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dapat dimanfaatkan
untuk memenuhi hajat hidup orang banyak, perlu dikelola dan dipelihara kualitasnya agar tetap bermanfaat sebagai sumber dan penunjang kehidupan;
b. bahwa dalam upaya menjaga kualitas air agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, perlu dikelola dan ditanggulangi kerusakannya melalui pengelolaan dan pengendalian pencemaran air;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomar 15 Tahun 1956 jo. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 10 Tahun 1957 antara lain mengenai Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1106);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3225);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3226);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3445)
11. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3838);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3952 );
13. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 4161 );
14. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 8 Tahun 2000 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2000 Nomor 13);
15. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 9 Tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2000 Nomor 14);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
dan
GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN
SELATAN PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Provinsi Kalimantan Selatan.
2. Gubernur adalah Gubernur Kalimantan Selatan.
3. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
4. Bupati adalah Bupati se-Kalimantan Selatan.
5. Walikota adalah Walikota se-Kalimantan Selatan.
6. Instansi yang membidangi Lingkungan Hidup adalah Perangkat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan yang tugas dan fungsinya di bidang pengendalian lingkungan hidup.
7. Air adalah semua air yang terdapat di atas, dan di bawah permukaan tanah, kecuali air, laut dan air fosil.
8. Pencemaran Air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
9. Sumber Air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara.
10. Pengelolaan Kualitas Air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam kondisi alamiahnya.
11. Mutu Air adalah kondisi kualitas air yang diukur, dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan Peraturan Perundangundangan yang berlaku.
12. Kelas Air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak, untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu.
13. Kriteria Mutu Air adalah tolak ukur mutu air untuk setiap kelas air.
14. Status Mutu Air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu, dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan.
15. Mutu Air Sasaran adalah mutu air yang direncanakan untuk dapat diwujudkan dalam jangka waktu tertentu melalui penyelenggaraan program kerja dan atau upaya lainnya dalam rangka pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
16. Daya Tampung Beban Pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air, untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar.
17. Limbah adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan.
18. Air Limbah adalah sisa dari suatu usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair.
19. Baku Mutu Air Limbah adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat energi, atau komponen yang ada bagi zat atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air.
20. Limbah Cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh usaha dan atau kegiatan yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan.
21. Limbah Rumah Tangga adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan dari rumah tangga.
22. Instalasi Pengolah Air Limbah yang selanjutnya disebut IPAL adalah instalasi pengolah air limbah yang berfungsi untuk mengolah air limbah-limbah cair yang diharapkan menghasilkan effluent sesuai dengan baku mutu air yang diizinkan.
BAB II
WEWENANG
Pasal 2
(1) Pemerintah Daerah berwenang melakukan pengelolaan kualitas air yang meliputi :
a. mengkoordinasikan pengelolaan kualitas air lintas Kabupaten / Kota;
b. menyusun rencana pendayagunaan air sesuai fungsi ekonomis, ekologis, nilai-nilai agama dan adat istiadat yang hidup dalam masyarakat setempat;
c. merencanakan potensi pemanfaatan air, pencadangan air berdasarkan ketersediaannya baik kualitas maupun kuantitas dan atau fungsi ekologis;
(2) Pemerintah Daerah berwenang melakukan pengelolaan kualitas air yang meliputi :
a. sumber air lintas Kabupaten / Kota;
b. menetapkan daya tampung beban pencemaran;
c. melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemaran;
d. menetapkan persyaratan pembuangan air limbah untuk aplikasi pada tanah;
e. menetapkan persyaratan pembuangan air limbah ke air atau sumber air;
f. memantau kualitas air pada sumber air;
g. memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air.
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 3
Dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, setiap orang berhak :
a. mempunyai hak yang sama atas kualitas air yang baik;
b. mendapatkan informasi mengenai status mutu air dan pengelolaan kualitas air serta pengendalian pencemaran air;
c. berperan serta dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
Pasal 4
Dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, setiap orang wajib :
a. mencegah dan mengendalikan terjadinya pencemaran air;
b. memulihkan kualitas air akibat pencemaran;
c. melakukan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumber daya air.
Pasal 5
Setiap orang yang melakukan usaha atau kegiatan wajib memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pelaksanaan pengelolaan kualiatas air dan pengendalian pencemaran air.
Pasal 6
Pemerintah Daerah wajib memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
BAB IV
INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI
Pasal 7
Dalam upaya mewujudkan kelestarian fungsi sumber air, Gubernur melalui instansi terkait menetapkan pelaksanaan kegiatan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemaran.
Pasal 8
(1) Hasil inventarisasi dan identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 disampaikan kepada Gubernur paling sedikit 2 (dua) kali dalam setahun.
(2) Berdasarkan hasil inventarisasi dan identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur menetapkan pedoman pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air
BAB V
PENGELOLAAN KUALITAS AIR
Bagian Pertama
Klasifikasi Mutu Air
Pasal 9
(1) Klasifikasi Mutu Air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas :
a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana / sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan dengan kegunaan tersebut;
c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
(2) Kriteria mutu air dari tiap kelas peruntukan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan sesuai Peraturan Perundangundangan.
Pasal 10
(1) Peruntukan air dan kriteria mutu air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, digunakan sebagai dasar untuk penetapan baku mutu air dengan prioritas pemanfaatan :
a. air minum;
b. air untuk kebutuhan rumah tangga;
c. air untuk peternakan, pertanian, dan perkebunan;
d. air untuk industri;
e. air untuk irigasi;
f. air untuk pertambangan;
g. air untuk usaha perkotaan;
h. air untuk kepentingan lainnya.
(2) Urutan peruntukan pemanfaatan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berubah dengan mempertimbangkan kepentingan umum dan kondisi setempat.
Bagian Kedua
Baku Mutu Air
Pasal 11
(1) Air pada semua mata air dan pada sumber air yang berada pada kawasan lindung, harus dilindungi mutunya agar tidak menurun kualitasnya yang disebabkan oleh kegiatan manusia.
(2) Kriteria mutu air sesuai rencana pendayagunaan air didasarkan pada hasil pengkajian peruntukan air.
(3) Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan pada pedoman yang ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Pemantauna Kualitas Air
Pasal 12
Pemantauan kualitas air pada sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah Kabupaten / Kota dalam satu Provinsi dikoordinasikan oleh Pemerintah Provinsi dan dilaksanakan oleh masing-masing Pemerintah Kabupaten / Kota.
Bagian Keempat
Status Mutu Air
Pasal 13
(1) Status mutu air ditentukan dengan cara membandingkan mutu air dengan baku mutu air.
(2) Status mutu air dinyatakan :
a.cemar, apabila mutu air tidak memenuhi baku mutu air;
b. baik, apabila mutu air memenuhi baku mutu air.
(3) Tingkat status mutu air dilakukan dengan perhitungan tertentu yang ditetapkan sesuai Peraturan Perundang-undangan.
Bagian Kelima
Pengujian Kualitas Air
Pasal 14
(1) Gubernur menunjuk laboratorium lingkungan yang telah di akreditasi untuk melakukan analisis mutu air dan mutu air limbah dalam rangka pengendalian pencemaran air.
(2) Pengujian kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara periodik dan terus-menerus serta pada kondisi tertentu.
(3) Dalam hal Gubernur belum menunjuk laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka analisis mutu air dan mutu air limbah dilakukan oleh laboratorium yang ditunjuk menteri.
Pasal 15
Gubernur menetapkan laboratoriumrujukan di tingkat Provinsi untuk melakukan analisis mutu air dan mutu air limbah sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.
BAB VI
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
Bagian Pertama
Perlindungan Kualitas Air
Pasal 16
(1) Perlindungan kualitas air dilakukan sebagai upaya menjaga kualitas air dan sumber air terhadap kerusakan yang disebabkan oleh kegiatan manusia dan alam.
(2) Perlindungan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh instansi yang berwenang.
Bagian Kedua
Pencegahan Pencemaran Air
Pasal 17
Pencegahan pencemaran air merupakan upaya untukmenjaga agar kualitas air pada sumber air tetap dapat dipertahankansesuai baku mutu air yang ditetapkan dan atau upaya peningkatan mutu air pada sumber air.
Bagian Ketiga
Penanggulangan Pencemaran Air
Pasal 18
Penanggulangan pencemaran air dilakukan dalam upaya mencegah meluasnya pencemaran pada sumber air melalui pengendalian debit air pada sumber air dan melokalisasi sumber pencemaran pada sumber air.
Bagian Keempat
Pemulihan Kualitas Air
Pasal 19
(1) Pemulihan kualitas air merupakan upaya mengembalikan atau meningkatkan mutu air sesuai mutu air sebelum terjadinya pencemaran pada sumber air.
(2) Kegiatan pemulihan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui :
a. pengendalian debit pada sumber air;
b. penggelontoran;
c. pembersihan sumber air dan lingkungan sekitarnya.
Bagian Kelima
Daya Tampung Beban Pencemaran Air
Pasal 20
(1) Gubernur sesuai kewenangannya menetapkan daya tampung pencemaran pada sumber air.
(2) Penetapan daya tampung dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dana, sumber daya manusia, ilmu pengetahuan serta teknologi.
(3) Daya tampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau secara berkala sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali.
(4) Dalam hal daya tampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum ditetapkan sesuai ketentuan pada ayat (3), penentuan persyaratan pembuangan air limbah ke sumber air ditetapkan berdasarkan baku mutu air yang telah ditetapkan pada sumber air yang bersangkutan.
Bagian Keenam
Baku Mutu Air Limbah
Pasal 21
(1) Dalam rangka pengamanan pembuangan limbah cair ke sumber-sumber air agar tidak menimbulkan pencemaran diadakan penetapan baku mutu air limbah.
(2) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 22
(1) Masuknya suatu unsur pencemaran ke dalam sumber-sumber air yang tidak jelas tempat masuknya dan atau secara teknis tidak dapat ditetapkan baku mutu air limbah, dikendalikan pada faktor penyebabnya.
(2) Perhitungan beban pencemaran masing-masing kegiatan ditentukan dengan mengukur kadar parameter pencemar dan volume air limbah yang bersangkutan.
Bagian Ketujuh
Baku Mutu Air Sasaran
Pasal 23
(1) Dalam rangka peningkatan mutu air pada sumber air perlu ditetapkan baku mutu air sasaran.
(2) Baku mutu air sasaran sebagaimana dimaksud ayat (1) bertujuan agar mutu air pada sumber air mencapai tingkat sesuai dengan peruntukannya.
(3) Peningkatan mutu air sasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terus ditingkatkan secara terhadap sampai mencapai kualitas baku mutu yang baik.
BAB VII
PERSYARATAN PERIZINAN
Pasal 24
(1) Setiap kegiatan usaha yang melakukan pembuangan air limbah ke sumber-sumber air yang melintasi Kabupaten / Kota dan berpotensi menimbulkan dampak pada sumber air harus mendapat izin dari Bupati / Walikota setelah berkoordinasi dengan Gubernur.
(2) Syarat-syarat perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. peta lokasi pembuangan air limbah skala 1 : 5.000;
b. membuat bangunan saluran pembuangan air limbah melalui IPAL, sarana bak kontrol untuk memudahkan;
c. konstruksi bangunan dan saluran pembuangan air limbah wajib mengikuti petunjuk teknis yang diberikan oleh Instansi Teknis;
d. mengolah limbah cair sampai kepada batas syarat baku mutu yang telah ditentukan, sebelum dibuang ke sumber-sumber air;
e. memberikan izin kepada pengawas untuk memasuki lingkungan usaha atau kegiatan dalam melaksanakan tugasnya guna memeriksa peralatan pengolah limbah beserta kelengkapannya;
f. wajib menyampaikan laporan kepada Gubernur melalui Kepala Bapedalda tentang mutu limbah cair setiap 1 (satu) bulan sekali dari hasil laboratorium lingkungan yang ditunjuk;
g. menanggung biaya pengambilan contoh dan pemeriksaan kualitas mutu air limbah yang dilakukan oleh pengawas secara berkala serta biaya penanggulangan dan pemulihan yang disebabkan oleh pencemaran air akibat usaha / kegiatannya;
h. persyaratan khusus yang ditetapkan untuk masing-masing usaha kegiatan yang membuang air limbah ke sumber-sumber air atau media lingkungan lainnya.
(3) Bupati / Walikota dapat menetapkan persyaratan lain yang sesuai dengan kewenangannya.
BAB VIII
PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PEMANTAUAN
Bagian Pertama Pembinaan
Pasal 25
(1) Pemerintah Provinsi melakukan pembinaan untuk meningkatkan ketaatan kepada penanggungjawab usaha atau kegiatan dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
(2) Pemerintah Provinsi melakukan upaya pengelolaan dan atau pembinaan pengelolaan air limbah rumah tangga.
(3) Upaya pengelolaan air limbah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dengan membangun sarana dan prasarana pengelolaan limbah rumah tangga terpadu.
(4) Pembangunan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan melalui kerjasama dengan pihak ketiga sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku.
Bagian Kedua
Pengawasan dan Pemantauan
Pasal 26
(1) Gubernur melakukan pengawasan dan pemantauan mutu air pada sumber air dan sumber pencemaran.
(2) Dalam melakukan pengawasan dan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur dapat menunjuk instansi yang tugas dan fungsinya membidangi masalah lingkungan hidup atau pengendalian dampak lingkungan.
(3) Instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam melaksanakan tugas pengawasan dan pemantauan melibatkan Pemerintah Kabupaten / Kota, dan instansi terkait lainnya.
Pasal 27
Pelaksanaan tugas pengawasan dan pemantauan pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), dilakukan oleh instansi terkait meliputi :
a. pemantauan dan evaluasi perubahan mutu air;
b. pengumpulan dan evaluasi data yang berhubungan dengan pencemaran air;
c. evaluasi laporan tentang pembuangan air limbah dan analisisnya yang dilakukan oleh penanggungjawab kegiatan;
d. melaporkan hasil pengawasan dan pemantauan.
Pasal 28
Pelaksana tugas pengawasan dan pemantauan kualitas air limbah pada sumber pencemaran, dilakukan oleh instansi terkait sesuai kewenangannya meliputi :
a. memeriksa kondisi peralatan pengolahan dan atau peralatan lain yang diperlukan untuk mencegah pencemaran lingkungan ;
b. mengambil contoh air limbah pada sumber pencemaran ;
c. meminta keterangan yang diperlukan untuk mengetahui kualitas dan kuantitas air limbah yang dibuang termasuk proses pengolahannya ;
d. melaporkan hasil pengawasan dan pemantauan.
BAB IX
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 29
(1) Setiap orang mempunyai peran yang sama untuk mendapatkan air dengan tetap memperhatikan asas-asas kemanfaatan umum, keseimbangan, dan kelestarian.
(2) Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi air dan mencegah serta menanggulangi pencemaran air.
(3) Setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam upaya peningkatan mutu air pada sumber-sumber air dengan penyampaian informasi dan memberikan saran dan atau pendapat.
BAB X
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 30
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan dalam Pasal 20 dan Pasal 21, Gubernur berwenang menjatuhkan sanksi administrasi.
BAB XI
PEMBIAYAAN
Pasal 31
(1) Pembiayaan pengendalian pencemaran air dan sumber-sumber air akibat usaha dan atau kegiatan dibebankan kepada penanggung jawab usaha dan atau kegiatan.
(2) Pelaksanaan lebih lanjut dari ketentuan-ketentuan dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Gubernur sesuai dengan kewenangannya dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Dalam keadaan force majeure, Pemerintah Daerah dapat menyediakan pembiayaan untuk penanggulangannya sesuai dengan kemampuan Keuangan Daerah.
BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 32
Barangsiapa melakukan kegiatan dan atau tindakan yang mengakibatkan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup, dikenakan ketentuan pidana sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
BAB XIV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 33
Pemerintah Provinsi dapat menetapkan Peraturan Daerah Provinsi untuk mengatur :
a. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Kabupaten / Kota ;
b. baku mutu air yang lebih ketat dari kriteria mutu air untuk kelas yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);
c. baku mutu air limbah daerah, dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari baku mutu limbah nasional.
BAB XV
KETENTUAN PEMELIHARAAN
Pasal 34
(1) Bagi usaha dan atau kegiatan yang menggunakan air limbah untuk aplikasi pada tanah, maka dalam jangka waktu satu tahun setelah diundangkannya Peraturan Daerah ini wajib memiliki izin pemanfaatan air limbah pada tanah dari Bupati / Walikota.
(2) Bagi usaha dan atau kegiatan yang sudah beroperasi belum memiliki izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air, maka dalam waktu satu tahun sejak diundangkannya Peraturan Daerah ini wajib memperoleh izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air dari Bupati / Walikota.
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35
Hal-hal lain yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya, akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 36
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan. Ditetapkan di Banjarmasin Pada tanggal : 15 Maret 2006
NOMOR 2 TAHUN 2006
TENTANG
PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN
PENCEMARAN AIR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,
Menimbang :
a. bahwa air sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dapat dimanfaatkan
untuk memenuhi hajat hidup orang banyak, perlu dikelola dan dipelihara kualitasnya agar tetap bermanfaat sebagai sumber dan penunjang kehidupan;
b. bahwa dalam upaya menjaga kualitas air agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, perlu dikelola dan ditanggulangi kerusakannya melalui pengelolaan dan pengendalian pencemaran air;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomar 15 Tahun 1956 jo. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 10 Tahun 1957 antara lain mengenai Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1106);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3225);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3226);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3445)
11. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3838);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3952 );
13. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 4161 );
14. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 8 Tahun 2000 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2000 Nomor 13);
15. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 9 Tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2000 Nomor 14);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
dan
GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN
SELATAN PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Provinsi Kalimantan Selatan.
2. Gubernur adalah Gubernur Kalimantan Selatan.
3. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
4. Bupati adalah Bupati se-Kalimantan Selatan.
5. Walikota adalah Walikota se-Kalimantan Selatan.
6. Instansi yang membidangi Lingkungan Hidup adalah Perangkat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan yang tugas dan fungsinya di bidang pengendalian lingkungan hidup.
7. Air adalah semua air yang terdapat di atas, dan di bawah permukaan tanah, kecuali air, laut dan air fosil.
8. Pencemaran Air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
9. Sumber Air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara.
10. Pengelolaan Kualitas Air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam kondisi alamiahnya.
11. Mutu Air adalah kondisi kualitas air yang diukur, dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan Peraturan Perundangundangan yang berlaku.
12. Kelas Air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak, untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu.
13. Kriteria Mutu Air adalah tolak ukur mutu air untuk setiap kelas air.
14. Status Mutu Air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu, dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan.
15. Mutu Air Sasaran adalah mutu air yang direncanakan untuk dapat diwujudkan dalam jangka waktu tertentu melalui penyelenggaraan program kerja dan atau upaya lainnya dalam rangka pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
16. Daya Tampung Beban Pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air, untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar.
17. Limbah adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan.
18. Air Limbah adalah sisa dari suatu usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair.
19. Baku Mutu Air Limbah adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat energi, atau komponen yang ada bagi zat atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air.
20. Limbah Cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh usaha dan atau kegiatan yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan.
21. Limbah Rumah Tangga adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan dari rumah tangga.
22. Instalasi Pengolah Air Limbah yang selanjutnya disebut IPAL adalah instalasi pengolah air limbah yang berfungsi untuk mengolah air limbah-limbah cair yang diharapkan menghasilkan effluent sesuai dengan baku mutu air yang diizinkan.
BAB II
WEWENANG
Pasal 2
(1) Pemerintah Daerah berwenang melakukan pengelolaan kualitas air yang meliputi :
a. mengkoordinasikan pengelolaan kualitas air lintas Kabupaten / Kota;
b. menyusun rencana pendayagunaan air sesuai fungsi ekonomis, ekologis, nilai-nilai agama dan adat istiadat yang hidup dalam masyarakat setempat;
c. merencanakan potensi pemanfaatan air, pencadangan air berdasarkan ketersediaannya baik kualitas maupun kuantitas dan atau fungsi ekologis;
(2) Pemerintah Daerah berwenang melakukan pengelolaan kualitas air yang meliputi :
a. sumber air lintas Kabupaten / Kota;
b. menetapkan daya tampung beban pencemaran;
c. melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemaran;
d. menetapkan persyaratan pembuangan air limbah untuk aplikasi pada tanah;
e. menetapkan persyaratan pembuangan air limbah ke air atau sumber air;
f. memantau kualitas air pada sumber air;
g. memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air.
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 3
Dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, setiap orang berhak :
a. mempunyai hak yang sama atas kualitas air yang baik;
b. mendapatkan informasi mengenai status mutu air dan pengelolaan kualitas air serta pengendalian pencemaran air;
c. berperan serta dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
Pasal 4
Dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, setiap orang wajib :
a. mencegah dan mengendalikan terjadinya pencemaran air;
b. memulihkan kualitas air akibat pencemaran;
c. melakukan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumber daya air.
Pasal 5
Setiap orang yang melakukan usaha atau kegiatan wajib memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pelaksanaan pengelolaan kualiatas air dan pengendalian pencemaran air.
Pasal 6
Pemerintah Daerah wajib memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
BAB IV
INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI
Pasal 7
Dalam upaya mewujudkan kelestarian fungsi sumber air, Gubernur melalui instansi terkait menetapkan pelaksanaan kegiatan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemaran.
Pasal 8
(1) Hasil inventarisasi dan identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 disampaikan kepada Gubernur paling sedikit 2 (dua) kali dalam setahun.
(2) Berdasarkan hasil inventarisasi dan identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur menetapkan pedoman pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air
BAB V
PENGELOLAAN KUALITAS AIR
Bagian Pertama
Klasifikasi Mutu Air
Pasal 9
(1) Klasifikasi Mutu Air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas :
a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana / sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan dengan kegunaan tersebut;
c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
(2) Kriteria mutu air dari tiap kelas peruntukan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan sesuai Peraturan Perundangundangan.
Pasal 10
(1) Peruntukan air dan kriteria mutu air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, digunakan sebagai dasar untuk penetapan baku mutu air dengan prioritas pemanfaatan :
a. air minum;
b. air untuk kebutuhan rumah tangga;
c. air untuk peternakan, pertanian, dan perkebunan;
d. air untuk industri;
e. air untuk irigasi;
f. air untuk pertambangan;
g. air untuk usaha perkotaan;
h. air untuk kepentingan lainnya.
(2) Urutan peruntukan pemanfaatan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berubah dengan mempertimbangkan kepentingan umum dan kondisi setempat.
Bagian Kedua
Baku Mutu Air
Pasal 11
(1) Air pada semua mata air dan pada sumber air yang berada pada kawasan lindung, harus dilindungi mutunya agar tidak menurun kualitasnya yang disebabkan oleh kegiatan manusia.
(2) Kriteria mutu air sesuai rencana pendayagunaan air didasarkan pada hasil pengkajian peruntukan air.
(3) Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan pada pedoman yang ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Pemantauna Kualitas Air
Pasal 12
Pemantauan kualitas air pada sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah Kabupaten / Kota dalam satu Provinsi dikoordinasikan oleh Pemerintah Provinsi dan dilaksanakan oleh masing-masing Pemerintah Kabupaten / Kota.
Bagian Keempat
Status Mutu Air
Pasal 13
(1) Status mutu air ditentukan dengan cara membandingkan mutu air dengan baku mutu air.
(2) Status mutu air dinyatakan :
a.cemar, apabila mutu air tidak memenuhi baku mutu air;
b. baik, apabila mutu air memenuhi baku mutu air.
(3) Tingkat status mutu air dilakukan dengan perhitungan tertentu yang ditetapkan sesuai Peraturan Perundang-undangan.
Bagian Kelima
Pengujian Kualitas Air
Pasal 14
(1) Gubernur menunjuk laboratorium lingkungan yang telah di akreditasi untuk melakukan analisis mutu air dan mutu air limbah dalam rangka pengendalian pencemaran air.
(2) Pengujian kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara periodik dan terus-menerus serta pada kondisi tertentu.
(3) Dalam hal Gubernur belum menunjuk laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka analisis mutu air dan mutu air limbah dilakukan oleh laboratorium yang ditunjuk menteri.
Pasal 15
Gubernur menetapkan laboratoriumrujukan di tingkat Provinsi untuk melakukan analisis mutu air dan mutu air limbah sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.
BAB VI
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
Bagian Pertama
Perlindungan Kualitas Air
Pasal 16
(1) Perlindungan kualitas air dilakukan sebagai upaya menjaga kualitas air dan sumber air terhadap kerusakan yang disebabkan oleh kegiatan manusia dan alam.
(2) Perlindungan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh instansi yang berwenang.
Bagian Kedua
Pencegahan Pencemaran Air
Pasal 17
Pencegahan pencemaran air merupakan upaya untukmenjaga agar kualitas air pada sumber air tetap dapat dipertahankansesuai baku mutu air yang ditetapkan dan atau upaya peningkatan mutu air pada sumber air.
Bagian Ketiga
Penanggulangan Pencemaran Air
Pasal 18
Penanggulangan pencemaran air dilakukan dalam upaya mencegah meluasnya pencemaran pada sumber air melalui pengendalian debit air pada sumber air dan melokalisasi sumber pencemaran pada sumber air.
Bagian Keempat
Pemulihan Kualitas Air
Pasal 19
(1) Pemulihan kualitas air merupakan upaya mengembalikan atau meningkatkan mutu air sesuai mutu air sebelum terjadinya pencemaran pada sumber air.
(2) Kegiatan pemulihan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui :
a. pengendalian debit pada sumber air;
b. penggelontoran;
c. pembersihan sumber air dan lingkungan sekitarnya.
Bagian Kelima
Daya Tampung Beban Pencemaran Air
Pasal 20
(1) Gubernur sesuai kewenangannya menetapkan daya tampung pencemaran pada sumber air.
(2) Penetapan daya tampung dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dana, sumber daya manusia, ilmu pengetahuan serta teknologi.
(3) Daya tampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau secara berkala sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali.
(4) Dalam hal daya tampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum ditetapkan sesuai ketentuan pada ayat (3), penentuan persyaratan pembuangan air limbah ke sumber air ditetapkan berdasarkan baku mutu air yang telah ditetapkan pada sumber air yang bersangkutan.
Bagian Keenam
Baku Mutu Air Limbah
Pasal 21
(1) Dalam rangka pengamanan pembuangan limbah cair ke sumber-sumber air agar tidak menimbulkan pencemaran diadakan penetapan baku mutu air limbah.
(2) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 22
(1) Masuknya suatu unsur pencemaran ke dalam sumber-sumber air yang tidak jelas tempat masuknya dan atau secara teknis tidak dapat ditetapkan baku mutu air limbah, dikendalikan pada faktor penyebabnya.
(2) Perhitungan beban pencemaran masing-masing kegiatan ditentukan dengan mengukur kadar parameter pencemar dan volume air limbah yang bersangkutan.
Bagian Ketujuh
Baku Mutu Air Sasaran
Pasal 23
(1) Dalam rangka peningkatan mutu air pada sumber air perlu ditetapkan baku mutu air sasaran.
(2) Baku mutu air sasaran sebagaimana dimaksud ayat (1) bertujuan agar mutu air pada sumber air mencapai tingkat sesuai dengan peruntukannya.
(3) Peningkatan mutu air sasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terus ditingkatkan secara terhadap sampai mencapai kualitas baku mutu yang baik.
BAB VII
PERSYARATAN PERIZINAN
Pasal 24
(1) Setiap kegiatan usaha yang melakukan pembuangan air limbah ke sumber-sumber air yang melintasi Kabupaten / Kota dan berpotensi menimbulkan dampak pada sumber air harus mendapat izin dari Bupati / Walikota setelah berkoordinasi dengan Gubernur.
(2) Syarat-syarat perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. peta lokasi pembuangan air limbah skala 1 : 5.000;
b. membuat bangunan saluran pembuangan air limbah melalui IPAL, sarana bak kontrol untuk memudahkan;
c. konstruksi bangunan dan saluran pembuangan air limbah wajib mengikuti petunjuk teknis yang diberikan oleh Instansi Teknis;
d. mengolah limbah cair sampai kepada batas syarat baku mutu yang telah ditentukan, sebelum dibuang ke sumber-sumber air;
e. memberikan izin kepada pengawas untuk memasuki lingkungan usaha atau kegiatan dalam melaksanakan tugasnya guna memeriksa peralatan pengolah limbah beserta kelengkapannya;
f. wajib menyampaikan laporan kepada Gubernur melalui Kepala Bapedalda tentang mutu limbah cair setiap 1 (satu) bulan sekali dari hasil laboratorium lingkungan yang ditunjuk;
g. menanggung biaya pengambilan contoh dan pemeriksaan kualitas mutu air limbah yang dilakukan oleh pengawas secara berkala serta biaya penanggulangan dan pemulihan yang disebabkan oleh pencemaran air akibat usaha / kegiatannya;
h. persyaratan khusus yang ditetapkan untuk masing-masing usaha kegiatan yang membuang air limbah ke sumber-sumber air atau media lingkungan lainnya.
(3) Bupati / Walikota dapat menetapkan persyaratan lain yang sesuai dengan kewenangannya.
BAB VIII
PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PEMANTAUAN
Bagian Pertama Pembinaan
Pasal 25
(1) Pemerintah Provinsi melakukan pembinaan untuk meningkatkan ketaatan kepada penanggungjawab usaha atau kegiatan dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
(2) Pemerintah Provinsi melakukan upaya pengelolaan dan atau pembinaan pengelolaan air limbah rumah tangga.
(3) Upaya pengelolaan air limbah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dengan membangun sarana dan prasarana pengelolaan limbah rumah tangga terpadu.
(4) Pembangunan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan melalui kerjasama dengan pihak ketiga sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku.
Bagian Kedua
Pengawasan dan Pemantauan
Pasal 26
(1) Gubernur melakukan pengawasan dan pemantauan mutu air pada sumber air dan sumber pencemaran.
(2) Dalam melakukan pengawasan dan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur dapat menunjuk instansi yang tugas dan fungsinya membidangi masalah lingkungan hidup atau pengendalian dampak lingkungan.
(3) Instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam melaksanakan tugas pengawasan dan pemantauan melibatkan Pemerintah Kabupaten / Kota, dan instansi terkait lainnya.
Pasal 27
Pelaksanaan tugas pengawasan dan pemantauan pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), dilakukan oleh instansi terkait meliputi :
a. pemantauan dan evaluasi perubahan mutu air;
b. pengumpulan dan evaluasi data yang berhubungan dengan pencemaran air;
c. evaluasi laporan tentang pembuangan air limbah dan analisisnya yang dilakukan oleh penanggungjawab kegiatan;
d. melaporkan hasil pengawasan dan pemantauan.
Pasal 28
Pelaksana tugas pengawasan dan pemantauan kualitas air limbah pada sumber pencemaran, dilakukan oleh instansi terkait sesuai kewenangannya meliputi :
a. memeriksa kondisi peralatan pengolahan dan atau peralatan lain yang diperlukan untuk mencegah pencemaran lingkungan ;
b. mengambil contoh air limbah pada sumber pencemaran ;
c. meminta keterangan yang diperlukan untuk mengetahui kualitas dan kuantitas air limbah yang dibuang termasuk proses pengolahannya ;
d. melaporkan hasil pengawasan dan pemantauan.
BAB IX
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 29
(1) Setiap orang mempunyai peran yang sama untuk mendapatkan air dengan tetap memperhatikan asas-asas kemanfaatan umum, keseimbangan, dan kelestarian.
(2) Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi air dan mencegah serta menanggulangi pencemaran air.
(3) Setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam upaya peningkatan mutu air pada sumber-sumber air dengan penyampaian informasi dan memberikan saran dan atau pendapat.
BAB X
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 30
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan dalam Pasal 20 dan Pasal 21, Gubernur berwenang menjatuhkan sanksi administrasi.
BAB XI
PEMBIAYAAN
Pasal 31
(1) Pembiayaan pengendalian pencemaran air dan sumber-sumber air akibat usaha dan atau kegiatan dibebankan kepada penanggung jawab usaha dan atau kegiatan.
(2) Pelaksanaan lebih lanjut dari ketentuan-ketentuan dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Gubernur sesuai dengan kewenangannya dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Dalam keadaan force majeure, Pemerintah Daerah dapat menyediakan pembiayaan untuk penanggulangannya sesuai dengan kemampuan Keuangan Daerah.
BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 32
Barangsiapa melakukan kegiatan dan atau tindakan yang mengakibatkan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup, dikenakan ketentuan pidana sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
BAB XIV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 33
Pemerintah Provinsi dapat menetapkan Peraturan Daerah Provinsi untuk mengatur :
a. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Kabupaten / Kota ;
b. baku mutu air yang lebih ketat dari kriteria mutu air untuk kelas yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);
c. baku mutu air limbah daerah, dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari baku mutu limbah nasional.
BAB XV
KETENTUAN PEMELIHARAAN
Pasal 34
(1) Bagi usaha dan atau kegiatan yang menggunakan air limbah untuk aplikasi pada tanah, maka dalam jangka waktu satu tahun setelah diundangkannya Peraturan Daerah ini wajib memiliki izin pemanfaatan air limbah pada tanah dari Bupati / Walikota.
(2) Bagi usaha dan atau kegiatan yang sudah beroperasi belum memiliki izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air, maka dalam waktu satu tahun sejak diundangkannya Peraturan Daerah ini wajib memperoleh izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air dari Bupati / Walikota.
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35
Hal-hal lain yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya, akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 36
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan. Ditetapkan di Banjarmasin Pada tanggal : 15 Maret 2006
Langganan:
Postingan (Atom)